GPEI Minta Tinjau Ulang Larangan Truk Sumbu 3 Beroperasi di Hari Besar Keagamaan
Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia meminta larangan truk-truk logistik bersumbu 3 ke atas beroperasi di hari-hari besar keagamaan ditunjau ulang.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) meminta larangan truk-truk logistik bersumbu 3 ke atas beroperasi di hari-hari besar keagamaan ditunjau ulang.
GPEI meminta pemerinah mempertimbangkan kerugian dari sisi ekonominya.
Pelarangan itu jelas-jelas sangat merugikan para pengusaha terutama yang tidak mengenal waktu libur, dan otomatis juga akan mengurangi kontribusinya terhadap perekonomian nasional.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Toto Dirgantoro mengatakan, harapannya para pejabat kita juga memiliki rasa sense of crisis dan sense of business.
"Kita melihat kondisi ekonomi dunia lagi lesu, ekspor kita juga menurun. Yang ada, kita harus menggenjot dan meningkatkan ekspor nasional kita, bukan malah mengeluarkan kebijakan yang malah mempersulit,” ujar Toto Dirgantoro dalam keterangannya, Sabtu (10/8/2024).
Dikatakannya, dalam membuat kebijakan-kebijakan itu mestinya lebih kepada yang mendukung perekonomian nasional bukan untuk kepentingan sesaat saja.
Apalagi, kita melihat industri itu kan melintasnya tidak jauh-jauh juga. Industri ekspor misalnya cuma dari kawasan industri ke pelabuhan saja. Mestinya itu kan bisa diantisipasi, tidak harus dilarang,” tukasnya.
Dia mengutarakan industri ekspor itu tidak mengenal hari libur.
“Kapal-kapal luar itu kan tidak melihat hari libur kita. Terus kita kan ada kontrak dengan buyer. Artinya, buyer itu yang menentukan kapalnya dan mereka taunya barang terkirim sesuai schedule,” ucapnya.
Dia bilang, larangan-larangan tersebut akan menambah extra cost bagi para eksportir.
Baca juga: 30 Truk Sumbu 3 Ditilang karena Masuk Tol saat Arus Mudik, Alasan Disuruh Majikan
“Kita terpaksa menggunakan jasa pengawalan di jalan agar barang-barang kita bisa terkirim tepat waktu. Kita minta dispensasi pengawalan dan itu butuh extra cost yang tidak sedikit,” tuturnya.
Apalagi, menurutnya, jika pelarangan itu diberlakukan sangat panjang seperti saat libur Lebaran tahun ini.
Sementara, katanya, kapal-kapal kargo merapat ke pelabuhan di hari raya, barang itu juga tetap harus sudah masuk pelabuhan.
"Ini yang perlu dipikirkan. Seperti saat Lebaran kemarin, saat kita tetap jalan dengan dispensasi pengawalan di malam hari, itu sama sekali tidak mengganggu arus lalu lintas di jalan. Yang penting itu pengaturan kendaraannya saja,” ujarnya.
Baca juga: 205 Truk Besar Terjaring Operasi ODOL di Tol Cipularang
Menurutnya, kebijakan pelarangan itu perlu dipikirkan lagi karena volume kendaraan di jalan juga tidak terlalu banyak untuk aktivitas ekspor.
“Apalagi, jam-jam operasional kita saat hari-hari libur besar itu bisa diatur jam-jamnya saat malam atau bagaimana. Semua sebetulnya bisalah, dan itu yang sebetulnya kita harapkan,” tandasnya.
Pihaknya meminta Kementerian Perhubungan melihat kepentingan ekonomi selain juga masyarakat pemudik. Selain mengatur waktunya, menurut Toto, truk-truk besar itu paling tidak diizinkan melinyas di jalan-jalan arteri.
“Kalau dianggap lewat tol mengganggu orang mudik, setidaknya semua truk besar itu bisa lewat jalan arteri. Jadi, banyak alternatif solusi yang bisa dipikirkan. Karenanya, kita harapkan di pemerintahan kita para pejabatnya memiliki sense of crisis maupun sense of business,” tukasnya.
Dia mengatakan selama ini pemerintah tidak pernah melihat seberapa besar mengganggunya dampak dari kebijakan pelarangan itu terhadap para pengusaha.
“Sepertinya itu nggak dipelajari, nggak ada studinya soal bagaimana dampaknya terhadap ekonomi kita. Karena sudah terbiasa dari dulu kalau libur besar truk besar dilarang jalan, sampai sekarang pun itu tetap dilakukan tanpa kajian terlebih dulu terhadap kerugian-kerugian ekonomi yang ditimbulkannya,” tuturnya.