Ekonom: Hilirisasi Harus Sejalan dengan Kelestarian Alam, Ingatkan Kegagalan Industri Kayu Lapis
Dradjad pun menyinggung soal hilirisasi kayu lapis yang hasilnya sangat besar, tetapi akhirnya gagal karena tidak menjaga kelestarian.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Hendra Gunawan
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom senior Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Dradjad Wibowo mengungkap bahwa kebijakan hilirisasi harus sejalan dengan upaya menjaga kelestarian.
Ia mengatakan, hilirisasi penting bila ingin pertumbuhan perekonomian Indonesia menjadi lebih baik.
Jika hilirisasi tidak dilakukan, kata dia, potensi kehilangan pendapat negara termasuk dari masyarakat akan sangat besar.
Baca juga: Hilirisasi Sumber Daya Alam Butuh Iklim Usaha yang Kondusif
Dradjad pun menyinggung soal hilirisasi kayu lapis yang hasilnya sangat besar, tetapi akhirnya gagal karena tidak menjaga kelestarian.
"Saya sudah tunjukkan hilirisasi kayu lapis itu hasilnya sangat besar sekali, tetapi karena kita tidak menjaga kelestarian, akhirnya ambles industrinya," katanya saat kuliah umum di Fakultas Pertanian Universitas Udayana Bali, dikutip dari keterangan tertulis pada Rabu (4/9/2024).
Dradjad kemudian juga menyinggung soal Indonesia yang tidak melakukan hilirisasi migas, yang membuat RI kehilangan potensi ekonomi sangat besar.
"Bukan hanya dulu, tetapi sekarang. Efeknya kan industri tekstil kita ikut jadi korban karena kita tidak punya industri PET (Pertamina Energy Terminal)," ujarnya.
Indonesia, kata dia, jadinya harus mengimpor dari Singapura karena tidak ada pengilangan minyak yang bagus. Hal ini disebut menyebabkan kerugian negara yang cukup panjang.
Kembali ke soal industri kayu lapis, Dradjad mengatakan Indonesia harus belajar dari kesalahan itu.
Sebab, hilirisasi di sektor pertanian, di mana mengolah bahan baku mentah menjadi barang jadi, disebut memiliki nilai tambah tinggi.
Baca juga: Jadi Menteri ESDM, Bahlil Janji Percepat Hilirisasi LPG
"Pertanian itu berasal dari sumber daya yang terbarukan, kita tidak bisa mengulangi kesalahan yang terjadi pada industri kayu lapis," ucap Dradjad.
"Kita harus belajar dari industri bubur kertas, memenuhi syarat kelestarian, tetapi bukan syarat kelestarian Indonesia saja, termasuk syarat kelestarian yang ada di dunia," lanjutnya.
Dradjad menyebut hilirisasi pada sektor pertanian harus memenuhi tiga syarat kelestarian.
Yaitu lestari produksi, lestari sosial, dan lestari ekologi lingkungan.
Lestari produksi, kata Dradjad, dilihat dari sisi ekonominya, sedangkan lestari sosial harus melibatkan masyarakat adat dan tak ada diskriminasi gender.
“Kemudian lestari ekologi. Jangan sampai terjadi dampak kerusakan lingkungan, tidak merusak hutan, serta alam termasuk di Bali yang tidak harus bergantung pada turis saja," jelas Dradjad.
Pada Intinya, ia menilai kelestarian jangan dilihat sebagai biaya karena sudah terbukti kelestarian itu adalah sumber pertumbuhan.
Dradjad pun mencontohkan kelestarian yang harus dijaga adalah kelestarian air.
Dengan Bali yang bergantung pada turis, di mana mereka membutuhkan air, kelestarian air harus dijaga. Belum lagi air untuk memenuhi kebutuhan penduduk.
"Kelestarian air harus dijaga di Bali. Turis sebagian datang ke Bali karena alam. Mereka suka sawah yang cantik, lihat pantainya yang bagus, dan lain sebagainya," kata Dradjad.
"Kalau itu tidak dijaga, turis akan kabur. Kelestarian menjadi sumber bagi pertumbuhan,” pungkasnya.