Pemerintah Diminta Pertahankan Subsidi BBM dan Tarif KRL
Anggota Komisi VI DPR Amin AK meminta pemerintah agar mempertahankan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan tarif Kereta Rel Listrik (KRL).
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR Amin AK meminta pemerintah agar mempertahankan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan tarif Kereta Rel Listrik (KRL).
Amin melihat subsidi tersebut untuk meringankan beban masyarakat kelas menengah yang semakin rentan jatuh miskin. Sebab, akan membantu mengurangi biaya harian yang harus dikeluarkan oleh kelas menengah.
"Dengan mempertahankan subsidi BBM dan tarif KRL yang terjangkau, kita dapat meringankan beban pengeluaran harian mereka dan menjaga daya beli masyarakat," ujar Amin di Jakarta, Selasa (10/9/2024).
Subsidi BBM dan tarif transportasi publik yang terjangkau, menurut Amin, membantu mengurangi ketimpangan ekonomi dengan memberikan manfaat langsung kepada kelas menengah dan bawah. Ini dapat membantu menjaga stabilitas sosial dan ekonomi.
"Kami di DPR akan terus mengawal dan mendesak pemerintah untuk lebih memperhatikan kelas menengah. Kebijakan yang tepat dan berimbang sangat diperlukan agar kita dapat keluar dari krisis ini," kata Amin.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia telah menurun drastis dalam lima tahun terakhir. Pada tahun 2019, jumlah kelas menengah mencapai 57,33 juta orang atau 21,45 persen dari total penduduk.
Namun, angka tersebut terus menurun hingga mencapai 47,85 juta orang atau 17,13 persen pada tahun 2024. BPS mencatat saat ini ada 67,69 juta orang masuk kategori kelompok rentan miskin atau bertambah sebanyak 12,72 juta orang dibandingkan tahun 2019.
Jumlah itu setara 24,23 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Kenaikan harga dan pencabutan subsidi BBM dan gas, tanpa dibarengi kenaikan pendapatan, membuat kelompok ini berisiko turun kelas masuk ke dalam kategori miskin.
Baca juga: Tarif KRL Berbasis NIK Jadi Kontroversi, Kemenhub Bilang Belum Diberlakukan Segera
Amin menegaskan, kebijakan pemerintah yang lebih berfokus pada masyarakat miskin dan kelas atas telah mengabaikan kebutuhan kelas menengah. Padahal, kelas menengah merupakan pendorong utama konsumsi domestik.
"Saat ini saja, kelas menengah Indonesia dibebani berbagai macam pungutan pajak, yang jika dijumlahkan bisa mendekati 20 persen dari jumlah pendapatan yang mereka terima," tutur Amin.
Dengan menurunnya jumlah kelas menengah, daya beli masyarakat juga menurun, yang dapat mengurangi permintaan barang dan jasa.
Baca juga: Penumpang Soal Tarif KRL Berbasis NIK: Perbaiki Dulu Eskalator dan Lift!
Hal ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi, sehingga target pertumbuhan ekonomi Presiden terpilih Prabowo Subianto di atas 7 persen sulit untuk direalisasikan.
"Kelas menengah adalah tulang punggung perekonomian kita. Jika mereka terus terpuruk, dampaknya akan sangat besar terhadap stabilitas ekonomi nasional," imbuh Amin Ak.
Amin juga mengingatkan, penurunan kelas menengah dapat memperlebar kesenjangan antara kaya dan miskin. Ketimpangan yang meningkat dapat menyebabkan ketidakstabilan sosial dan politik, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi.