Kinerja Industri Rokok Diprediksi Turun, Nasib 2,5 Juta Petani Tembakau Bakal Terdampak
Petani tembakau mewaspadai kinerja industri rokok dan turunannya yang diprediksi bakal menurun dalam beberapa waktu ke depan.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Petani tembakau mewaspadai kinerja industri rokok dan turunannya yang diprediksi bakal menurun dalam beberapa waktu ke depan.
Sekjen Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) K Mudi mengatakan, turunnya kinerja industri rokok akan terjadi sejalan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan, khususnya Pengamanan Zat Adiktif.
Ditambah lagi, Kementerian Kesehatan menginisiasi aturan turunannya berupa Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang memuat ketentuan Kemasan Polos tanpa merek.
Baca juga: Pengusaha Sebut PP 28/2024 Berpotensi Gerus Kinerja Industri dan Ekonomi RI, Ini Penjelasannya
"Saya kira begitu ya akan berdampak pada petani tembakau, karena memang semuanya akan bereaksi terhadap PP ini," ucap Mudi saat ditemui di Kantor Apindo, Jakarta, Rabu (11/9/2024).
Diketahui, PP 28/2024 ini memiliki 3 poin sorotan.
Pertama, adanya ketentuan standardisasi berupa kemasan polos dengan menghilangkan identitas merek produk tembakau berpotensi mendorong makin maraknya produk ilegal yang merugikan semua pihak dan menggerus penerimaan negara.
Baca juga: Ketua GAPPRI: Produk Tembakau dengan Kemasan Polos Tanpa Merek Dorong Rokok Ilegal Makin Marak
Dalam praktiok di lapangan, pelaku rokok ilegal dapat semena-mena memalsukan kemasan produk rokok resmi serta tidak membayar cukai. Hal ini jelas berdampak negatif bagi seluruh mata rantai industri hasil tembakau Indonesia, maupun bagi negara.
Kedua, memberlakukan batas maksimal tar dan nikotin untuk produk tembakau.
Padahal, industri tembakau Indonesia memiliki karakteristik khas yang perlu dijaga sebagai bagian dari kekayaan budaya. Pemberlakuan batasan tar dan nikotin akan membatasi hal tersebut, serta berpotensi mengancam serapan dari para petani tembakau lokal.
Ketiga, adanya pemberlakuan larangan zonasi penjualan dalam radius 200 meter, mengingat sudah terdapat pembatasan umur untuk pembelian produk tembakau, dan memberlakukan larangan zonasi iklan luar ruang dalam radius 500 meter terhadap titik iklan yang sudah beroperasi saat ini.
Baca juga: Soroti PP Kesehatan, Pelaku Ekonomi Akui Telah Jalani Aturan Penjualan Rokok
Sederet hal tersebut menurut Mudi, akan berdampak pada operasional industri rokok.
Yang dampaknya tentu akan turut dirasakan oleh para petani tembakau. Diketahui, seperti di sentra tembakau Jawa Timur, para petani menjual semua hasil panennya ke pabrik atau pelaku industri.
Bayangkan, apabila industri rokok lesu, maka pasar penjualan hasil panen tembakau semakin sempit.
Padahal, jumlah petani tembakau di Indonesia ada 2,5 juta petani.
Mudi mengungkapkan, efek domino PP 28/2024 akan berpengaruh juga terhadap harga tembakau di pasar.
"Untuk saat ini memang, kalau dibandingkan tahun lalu top grade di Bojonegoro itu bisa sampai Rp 55.000 per kilo. Tahun ini belum sampai itu, paling di Rp 50.000 top grade," papar Mudi.
"Tapi kita juga khawatir, karena ini kan ada dua kemungkinan (harga turun). Yang pertama memang karena reaksi pasar menyikapi PP 28 dan itu, atau memang menyikapi terkait dengan iklim," pungkasnya.