Dikritik Greenpeace, Luhut Klaim Ekspor Pasir Laut Sudah Pertimbangkan Dampak Lingkungan
Luhut bilang kebijakan ekspor pasir laut telah mempertimbangkan berbagai aspek termasuk dampak negatifnya terhadap lingkungan.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) menegaskan kebijakan ekspor pasir laut telah mempertimbangkan berbagai aspek termasuk dampak negatifnya terhadap lingkungan.
Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan membeberkan, pasir laut Indonesia yang diekspor sebenarnya merupakan hasil dari sedimentasi.
"Ya itu betul (mempertimbangkan aspek lingkungan), tapi sekarang sudah kita hitung betul. Jadi kalaupun itu sebenarnya sedimen," kata Luhut di ICE BSD Tangerang, Selasa (17/9/2024).
Menurut dia, pasir yang mengalami proses sedimentasi memang sudah sewajarnya dikeruk karena membuat pendangkalan alur pelayaran kapal di laut.
"Harus didalamkan (laut atau pantai) sedimen harus didalamkan, kalau tidak nanti kapal menyangkut. Kita harus teliti dan teknologi sekarang kita akan bisa (gunakan)" pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo membantah pemerintah membuka keran ekspor pasir laut. Menurut Presiden yang diperbolehkan kembali untuk diekspor adalah sedimen.
"Sekali lagi, itu bukan pasir laut ya, yang dibuka, adalah sedimen, sedimen yang mengganggu alur jalannya kapal. Sekali lagi, bukan," kata Jokow di Menara Danareksa, Jakarta, Selasa, (17/9/2024).
Menurut Presiden sedimen dengan pasir berbeda, meskipun wujudnya sama sama pasir.
"Nanti kalau diterjemahkan pasir beda loh ya, sedimen itu beda, meskipun wujudnya juga pasir, tapi sedimen. Coba dibaca di situ, sedimen," pungkasnya.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi membuka kembali ekspor pasir laut dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, Mei 2024.
Baca juga: Keran Ekspor Pasir Laut Dibuka Lagi, Aturan Direvisi: Syaratnya, Kebutuhan Domestik Sudah Terpenuhi
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan kemudian menerbitkan aturan turunannya, yakni Permendag Nomor 20 Tahun 2024 dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024 yang menjadi penanda dibuka keran ekspor pasir laut.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Isy Karim mengatakan, ekspor pasir laut hanya dapat dilakukan setelah kebutuhan dalam negeri terpenuhi.
“Ekspor hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut dapat ditetapkan sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” katanya dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (10/9/2024).
Baca juga: Tak Mengindahkan Kritik, Hima Persis Kecam Ekspor Pasir Laut
Isy meyakini, tujuan pengaturan ekspor pasir laut ini sejalan dengan PP Nomor 26 Tahun 2023. Menurut dia, pengaturan dilakukan untuk menanggulangi sedimentasi yang dapat menurunkan daya dukung serta daya tampung ekosistem pesisir dan laut, juga kesehatan laut.
Selain itu, pengaturan ekspor pasir laut disebut dapat mengoptimalkan hasil sedimentasi di laut untuk kepentingan pembangunan dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut.
Jenis pasir laut yang boleh diekspor diatur dalam Permendag Nomor 21 Tahun 2024 yang merujuk pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 47 Tahun 2024 tentang Spesifikasi Pasir Hasil Sedimentasi di Laut untuk Ekspor.
Untuk dapat mengekspor pasir laut dimaksud, ada sejumlah ketentuan yang harus dipenuhi berdasarkan Permendag Nomor 21 Tahun 2024. Ketentuan-ketentuan yang dimaksud adalah ditetapkan sebagai Eksportir Terdaftar (ET), memiliki Persetujuan Ekspor (PE), dan terdapat Laporan Surveyor (LS).
Agar dapat ditetapkan sebagai ET oleh Kemendag, pelaku usaha dan eksportir wajib memperoleh Izin Pemanfaatan Pasir Laut dari KKP.
Pelaku usaha dan eksportir juga wajib memperoleh Izin Usaha Pertambangan untuk Penjualan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral agar bisa ditetapkan sebagai ET.
Selain itu, pelaku usaha dan eksportir wajib membuat surat pernyataan bermeterai yang menyatakan bahwa pasir hasil sedimentasi di laut yang diekspor berasal dari lokasi pengambilan sesuai titik koordinat yang telah diizinkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Setelah memenuhi persyaratan sebagai ET, pelaku usaha dan eksportir dapat melengkapi syarat untuk memperoleh PE.
Syaratnya, yaitu wajib memiliki Rekomendasi Ekspor Pasir Hasil Sedimentasi di Laut dari KKP dan telah memenuhi kebutuhan dalam negeri melalui mekanisme domestic market obligation (DMO).
Jenis pasir laut yang dilarang diekspor diatur dalam Permendag Nomor 20 Tahun 2024.
Greenpace Kritik Ekspor Pasir Laut
Ekspor pasir laut dibuka oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan lewat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2024.
Dalam pernyataan resminya, Greenpeace Indonesia menolak keras keputusan pemerintah membuka kembali keran ekspor pasir laut tersebut karena hanya akan merusak ekosistem laut dan pesisir, serta mengancam kehidupan nelayan serta masyarakat pesisir.
“Sejak tahun lalu ketika Presiden Joko Widodo pada 15 Mei 2023 mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 yang membolehkan pengisapan pasir laut ataupun sedimennya di luar wilayah pertambangan, sudah banyak kritik yang disampaikan oleh masyarakat, nelayan, akademisi hingga peneliti.,” kata aktivis Greenpeace Indonesia, Afdillah.
"Sudah kami prediksi dari awal bahwasanya rezim Jokowi tidak akan peduli dengan kritik dan tidak akan berpihak pada lingkungan," kata dia.
Dia mengatakan, Greenpeace Indonesia bersama Walhi Sulawesi Selatan, Green Youth Movement dan Kodingareng Women Movement yang tergabung dalam koalisi Save Spermonde menggelar aksi dengan membawa Monster Oligarki raksasa ke kantor Gubernur Sulawesi Selatan di Makassar, Sulawesi Selatan.
Aksi ini untuk mendesak pemerintah membatalkan reklamasi Makassar New Port yang telah merusak laut dan kepulauan Spermonde di sekitarnya, khususnya Pulau Kodingareng.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.