Dewan Pakar Gerindra Dukung Inisiatif Cetak 3 Juta Hektare Sawah
Saat ini ada sekitar 70 juta hektare lahan tanam di Indonesia, baik untuk sawit maupun tanaman lainnya.
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Dewan Pakar DPP Gerindra, Bambang Haryo Soekartono menyambut baik rencana pemerintah untuk melakukan pencetakan 3 juta hektare lahan sawah baru untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional.
Dia menekankan sebenarnya ada yang lebih prioritas dibandingkan melakukan pencetakan lahan, yaitu dengan memaksimalkan pengelolaan lahan pertanian yang ada.
Menurutnya, saat ini ada sekitar 70 juta hektare lahan tanam di Indonesia, baik untuk sawit maupun tanaman lainnya. Dan dari total lahan tanam tersebut, 10,2 juta hektar adalah lahan sawah untuk menanam padi.
"Normalnya, dalam satu hektar sawah, itu bisa menghasillkan 8 ton gabah setiap kali panen. Artinya, dengan 10,2 juta hektar sawah akan bisa menghasilkan 81,4 juta ton gabah atau setara dengan 56 juta ton beras," kata Bambang Haryo, Kamis (19/9/2024).
Dengan 56 juta ton beras ini, lanjutnya, seharusnya bisa mencukupi kebutuhan beras nasional, yang pada tahun 2023 tercatat hanya 35,3 juta ton, harusnya produk beras sekali panen di Indonesia sudah bisa memenuhi kebutuhan beras nasional kita dan masih memiliki sisa atau cadangan beras sebesar 20,7 juta ton.
Baca juga: Wujudkan Swasembada Pangan, Ditargetkan 400 Ribu Hektare Sawah Baru Dicetak Tahun Ini
"Itu baru satu kali panen. Di Indonesia sendiri, seharusnya bisa dua atau tiga kali panen, dan bahkan di beberapa Negara Asean seperti Thailand, bisa 4 kali panen. Anggaplah 2 kali panen secara normal, artinya kita bisa mendapatkan produk per tahunnya 112 juta ton beras," bebernya.
Dia membeberkan, jika kita berpatokan pada kebutuhan nasional yang 35,3 itu, maka masih ada cadangan beras 76.7 juta ton yang bisa di simpan dengan baik menjadi lumbung pangan Indonesia ke depan.
"Jika 3 kali panen, beras yang dihasilkan setaunnya sebesar 168 juta ton per tahun, dan Indonesia bisa menjadi negara penghasil beras terbesar nomor 2 di dunia setelah China, yang produksinya 209 juta ton beras, dan di atas India yang produksi berasnya 129 juta ton per tahun," sebutnya.
Dengan strategi tersebut, Indonesia tidak perlu impor beras lagi karena hasilnya sudah melimpah, bahkan bisa mengeskpornya ke negara lain di Asia yang membutuhkan.
"Sebenarnya teknologi penyimpanan beras sudah ada, dan bisa membuat beras bertahan selama sekitar 5 tahun,' kata dia.
"Seperti yang sudah ada di Bulog. Dengan menggunakan Teknologi Cocoon ( pengedapan ) , beras bisa bertahan di atas 3 tahun dalam kondisi baik," sebut Bambang Haryo.
Jika hasil produksi yang per hektarnya tidak mencapai 8 juta ton, maka pemerintah perlu melakukan pendampingan terhadap dunia pertanian, baik mencakup SDM petainya maupun infrastruktur dan perlengkapan alat produksi pertanian.
"Pertama, pengairan harus cukup. Tidak kurang atau pun berlebih. Karena Indonesia merupakan negara penghasil air dari sumber terbesar ke-8 di dunia. Maka seharusnya tidak ada istilah kekurangan air," sebutnya.
Hal lain yang tak kalah penting adalah pengelolaan air irigasi dari sumber air yang mengalir ke sungai, bisa dikelola dengan pengendalian pintu air yang maksimal di aliran sungai primer, sekunder, dan tersier, serta aliran irigasinya.
"Jangan sampai pintu air mengalami kerusakan atau memang sengaja di permainkan agar dunia pertanian mengalami kekurangan air. Yang tujuannya untuk mengganti lahan pertanian menjadi lahan properti," ungkapnya.
"Selain air, untuk hasil maksimal, Petani harus dibantu dengan diberikan bibit unggul, pupuk yang cukup sesuai kebutuhan, obat obatan, penanggulangan hama, dan permodalan yang berupa KUR dengan jumlah rendah. Adanya pendampingan serta riset tanah agar Ph tanah nya bisa sesuai dengan kebutuhan dunia pertanian," Ujar Bambang Haryo.
"Misalnya pupuk, petani itu bukan hanya dikasih pupuk subsidi saja tapi juga harus diberi pendampingan dalam hal penggunaan pupuk. Sehingga lahan pertanian tidak akan berubah pH-nya dan kualitasnya tetap baik walaupun sudah dipergunakan untuk bertahun-tahun," kata Bambang Haryo.
Dengan begitu, petani diharapkan hanya perlu memikirkan penanaman saja, daan diharapkan ongkos produksi pertanian bisa diturunkan serendah rendahnya, sehingga dengan harga panen gabah yang ditentukan oleh Pemerintah, keuntungan dari petani masih cukup banyak.
"Tentu produksi pertanian kita akan melimpah karena semangat petani untuk bertani semakin tinggi. Sehingga kita tidak perlu khawatir tentang pengaruh iklim yang akan mempengaruhi produksi pertanian, dan kita bisa mendapatkan hasil yang maksimal untuk mewujudkan ketahanan pangan sendiri berbasis dengan sumber daya yang ada," ujarnya.
Menurutnya, sudah banyak negara yang memprioritaskan pangan untuk masyarakat mereka. "Karena nantinya dengan adanya perkembangan jumlah penduduk yang luar biasa besar di seluruh dunia, pangan akan menjadi kebutuhan yang terpenting dan mahal."
"Jadi sudah waktunya kita fokus untuk memperhatikan tata kelola pangan mulai dari produksi pertanian, inventory, storage dan packaging yang baik untuk produksi pangan kita," ujarnya mengigatkan. "Kita bisa memaksimal lahan yang masih sangat cukup untuk mendukung produksi pertanian," pungkasnya.