Demi Pengembangan Industri Fitofarmaka, Kemenperin Dorong BRIN Lakukan Ini
Fitofarmaka adalah obat berbahan alami yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Hendra Gunawan
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Reni Yanita mendorong Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) dapat memprioritaskan anggaran untuk riset bahan baku obat alami.
Dorongan ini sejalan dengan upaya Kemenperin yang tergabung dalam Satuan Tugas Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Fitofarmaka yang dibentuk Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
Direktorat Jenderal IKFT Kemenperin sebagai Ketua Bidang Produksi bertanggung jawab mengembangkan industri fitofarmaka dan ekstrak bahan alam untuk tumbuh dan mendominasi pasar di dalam negeri.
Baca juga: Kembangkan Industri Fitofarmaka, Kemenperin Tekankan Perlunya Penguatan Ekosistem
Fitofarmaka adalah obat berbahan alami yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik (pada hewan percobaan) dan uji klinik (pada manusia).
Reni menyampaikan harapan tersebut dalam acara Awareness Fitofarmaka: Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Obat Bahan Alam dan Fitofarmaka di Indonesia yang berlangsung di House of Wellness, Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kimia Farmasi dan Kemasan Kemenperin, Jakarta Timur, Kamis (3/10/2024).
"Satgas kan (bertujuan untuk) percepatan. Kita juga menyusun nih siapa melakukan apa, tapi yang lebih penting dari itu adalah satgas itu sendiri commited untuk melakukan kegiatannya sesuai dengan apa yang sudah ditetapkan," kata Reni.
Ia berharap BRIN dapat lebih memprioritaskan anggaran untuk riset bahan baku obat alami, sehingga jika ada pelaku usaha siap mengkomersialisasikannya, BRIN dapat mendukung.
"Jadi kalau misalnya memang BRIN saat ini banyak sekali anggaran untuk litbang, nah lebih prioritaskan ketika melihat bahwa pelaku usaha kita sudah butuh nih, butuh yang memang BRIN saat ini sudah di level untuk siap dikomersialisasikan. Nah, kalau bisa anggaran lebih diprioritaskan untuk hal itu. Jadi ada hasilnya satgasnya, itu lebih baik lagi," ujar Reni.
Lebih lanjut, jika BRIN dapat merealisasikan harapan ini, hasil kerja satgas akan lebih terlihat.
Baca juga: PMI Manufaktur RI Naik Tipis, Agus Gumiwang: Industri Butuh Regulasi Tepat dari Berbagai Kementerian
Sama seperti Kemenperin yang dalam penyelenggaraan Awereness Fitofarmaka ini telah melakukan salah satu bagiannya di satgas.
Kemenperin menghubungkan hasil riset para peneliti ini dengan para pelaku usaha agar bisa dikomersialisasikan.
"Jadi berikutnya hasilnya apa gitu ya, outcome-nya ini apa nih? Oh sudah tumbuh nih misalnya, ada industri yang mengimplementasikan hasil penelitian dari teman-teman BRIN," pungkas Reni.
Reni juga terus mendorong pemanfaatan fitofarmaka atau obat berbahan alam yang telah teruji secara klinis di fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes) di seluruh Indonesia.
Penggunaan obat berbahan alam di layanan kesehatan nasional ditargetkan bisa meningkat.
"Fitofarmaka perlu diterapkan di Fasyankes karena obat berbahan alam ini telah teruji secara klinis dan dapat memperkuat kemandirian pengobatan nasional," kata Reni.
"Penggunaan fitofarmaka membuka peluang bagi layanan kesehatan yang lebih terjangkau dan aman, sekaligus mendukung industri herbal dalam negeri yang berkelanjutan," pungkasnya.