Putusan MK: Perumusan Kebijakan Pengupahan Wajib Libatkan Pemda
Putusan Mahkamah Konstitusi mewajibkan pelibatan Pemerintah Daerah dalam perumusan kebijakan pengupahan.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara uji materiil nomor 168/PUU/XXI/2024 tentang Undang-Undang Cipta Kerja yang diucapkan dalam sidang pada Kamis (31/10/2024) mewajibkan pelibatan Pemerintah Daerah dalam perumusan kebijakan pengupahan.
Para Pemohon sebelumnya mendalilkan Pasal 88 ayat (2) dalam Pasal 81 angka 27 UU 6/2023 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan prinsip otonomi daerah sebagaimana diatur dalam Paaal 18 UUD NRI Tahun 1945.
Hal tersebut karena aturan itu hanya memberikan kewenangan penetapan kebijakan pengupahan kepada pemerintah pusat, dan menghilangkan peran pemerintah daerah dalam pengaturan upah minimum.
Hakim Konstitusi Saldi Isra dalam pertimbangan yang diucapkannya saat sidang tersebut menjelaskan, menurut Mahkamah dengan mendasarkan pada UUD NRI Tahun 1955 telah ditegaskan bahwa pemerintah daerah tingkat provinsi dan kabupaten/kota mempunyai kewenangan dalam penyelenggaraan urusan pemerintagan menurut asas otomomi dan tugas pembantuan.
Dalam konteks ini, lanjut Saldi, pemerintah daerah melakukan dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi mengatur/mengurus dirinya sendiri serta fungsi sebagai kepanjangan tangan Pemerintah Pusat dalam konteks tugas pembantuan sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (2) dan Pasal 18 ayat (5) UUD NRI Tahun 1945.
Namun demikian, lanjutnya, cakupan otonomi daerah bukanlah tanpa batas.
Dalam konteks negara kesatuan, UUD NRI Tahun 1945 memberikan batasan-batasan terhadap sifat dan cakupan otonomi tersebut.
Di mana dalam Pasal 18 ayat (5) UUD NRI Tahun 1945, sambungnya, menegaskan pembatasan tersebut berupa "kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat".
Ketentuan Pasal 18 ayat (5) UUD NRI Tahun 1945 tersebut, ucapnya, menunjukkan bahwa kewenangan pemerintah dalam penyelenggaraan urusan serta pembagian urusan dimaksud antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah harus diatur dalam undang-undang.
Dalam kaitan ini, kata Saldi, pembentuk undang-undang telah menentukan kewenangan absolut pemerintah pusat dan kewenangan yang dalam penyelenggaraannya dapat dibagi antara pusat dan daerah dengan mendasarkan pada sistem negara kesatuan (urusan konkuren).
Baca juga: DPR Segera Bahas Putusan MK yang Perintahkan Kluster Ketenagakerjaan Dicabut dari UU Cipta Kerja
Merujuk Pasal 13 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kata Saldi, pembagian urusan konkuren tersebut didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, eksternalitas, dan kepentingan strategis nasional .