Putusan MK: Perumusan Kebijakan Pengupahan Wajib Libatkan Pemda
Putusan Mahkamah Konstitusi mewajibkan pelibatan Pemerintah Daerah dalam perumusan kebijakan pengupahan.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Choirul Arifin
Berkenaan dengan urusan ketenagakerjaan, lanjutnya, jika dibaca secara seksama UU 14/2003 dan perubahannya dalam UU Cipta Kerja, telah menentukan bahwa pemerintah daerah diberikan beberapa urusan terkait dengan ketenagakerjaan, antara lain pengaturan mengenai kewenangan pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah dalam pembinaan pelatihan kerja dan pemagangan.
Selain itu juga pengaturan mengenai kewenangan pemerintah pusat atau pemerintag daerah untuk mengenakan sanksi admonisttatif atas pelanggaran ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU tersebut.
Pembagian urusan tersebut, ungkapnya, menunjukkan bahwa dalam sistem negara kesatuan tidak ada kewenangan konkuren yang hanya dilakukan oleh pemerintah pusat tanpa membaginya kepada pemerintag daeeah sesuai dengan prinsip pembagian urusan.
Baca juga: Pakar Hukum: Putusan MK Pertegas UU Cipta Kerja Sebelumnya Bermasalah
Namun demikian, terkait dengan kewenangan "menetapkan kebijakan pengupahan" Pasal 88 ayat (2) dalam Pasal 81 angka 27 UU 6/2023 menentukannya sebagai kewenangan pemerintah pusat.
Ia mengatakan ketentuan itu sama dengan sebelumnya yang telah ditentukan dalam Pasal 88 ayat (2) UU 13/2003, yang menyatakan "...pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh".
Artinya, kata Saldi, sejak semula pemerintah daerah tidak diberi kewenangan dalam menetapkan kebijakan pengupahan.
Sebab, ujarnya, kebijakan pengupahan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat tersebut berlaku secara nasional dan merupakan bagian dari kebijakan strategis nasional.
Oleh karena itu, kata Saldi, sesuai dengan prinsip pembagian urusan salah satunya adalah kepentingan strategis nasional, maka untuk "menetapkan kebijakan pengupahan" dalam sistem negara kesatuan sebagai aspek yang strategis maka dengan sendirinya merupakan kewenangan pemerintah pusat.
Namun, dalam proses untuk menentukan kebijakan pengupahan sebagai sebuah kebijakan strategis nasional tidak dapat dilakukan secara sentralistik oleh pemerintah pusat, sebagaimana yang dikhawatirkan para Pemohon karena pemerintah daerah tidak mendapatkan peran dalam penetapan upah minimum.
Dalam konteks ini, lanjut dia, perlu diperhatikan ketentuan Pasal 3 UU 13/2003 yang masih berlaku yang menyatakan, "Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah."
Artinya, kata Saldi, sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah merupakan suatu keniscayaan dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan.
Oleh karena itu, ujarnya, keterlibatan pemerintah daerah menjadi sangat penting artinya dalam proses penyusunan kebijakan pengupahan.
Hal itu agar dapat tersusunnya sebuah kebijakan pengupahan yang strategis dan sejalan dengan tujuan untuk mewujudkan hak pekerja/buruh atas penhidupan yang layak bagi kemanusiaan dan sejalan dengan salah satu tujuan pembangunan ketenagakerjaan yakni "memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan".
Sebab, ucapnya, dalam penyusunan kebijakan pengupahan ditetapkan aspek-aspek penting.