Impor Garam Bakal Dilarang, Pelaku Industri Harap Produksi Petambak Lokal Bisa Penuhi Spesifikasi
Selama ini impor garam masih diperlukan karena spesifikasi garam lokal belum memenuhi standar yang dibutuhkan oleh beberapa industri.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Spesifikasi garam hasil produksi petambak lokal kerap menjadi hambatan dalam memenuhi kebutuhan industri pengguna garam dalam negeri.
Hal itu menjadi sorotan pelaku industri pengguna garam menjelang diberlakukannya kewajiban menyerap produksi garam lokal.
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 126 Tahun 2022 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional salah satu poinnya mengatur kebutuhan garam dalam negeri harus dipenuhi dari produksi petambak lokal dan badan usaha, dengan batas waktu paling lambat tahun 2024.
Ketua Umum Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Cucu Sutara menyatakan akan mendukung kebijakan tersebut.
Baca juga: Industri Nasional Bisa Serap 768 Ribu Ton Garam Produksi Lokal
Namun, ia memberi catatan bahwa spesifikasi garam yang diproduksi oleh petambak lokal harus dapat memenuhi kebutuhan industri.
"Kita punya komitmen, tanggung jawab moral, untuk menyerap seluruh produksi garam yang dihasilkan oleh para petambak garam," kata Cucu ketika ditemui di Hotel Westin, Jakarta Selatan, Senin (18/11/2024).
"Cuman kita pun juga harus memahami garam apa yang kita serap, tentunya yang bisa digunakan oleh berbagai pihak, baik itu untuk industri maupun yang dikonsumsi," lanjutnya.
Menurut Cucu, selama ini impor garam masih diperlukan karena spesifikasi garam lokal belum memenuhi standar yang dibutuhkan oleh beberapa industri.
Sebut saja industri aneka pangan, farmasi, dan Chlor Alkali Plant (CAP).
"Impor sampai hari ini adalah sebuah keterpaksaan karena sampai hari ini garam yang dihasilkan oleh petambak belum memenuhi standar untuk industri aneka pangan, industri CAP, dan farmasi. Mudah-mudahan di 2025 para petambak garam bisa memenuhi itu," ujar Cucu.
Industri farmasi disebut membutuhkan garam dengan spesifikasi khusus, di mana mereka menggunakannya untuk pembuatan cairan infus di rumah sakit.
"Kawan-kawan di farmasi itu impor berkaitan dengan jiwa manusia. Jadi kita dukung penuh itu yang namanya program peningkatan kualitas (garam) untuk industri," ucap Cucu.
Meski mendukung, ia mengaku masih pesimis bahwa pada tahun 2025 garam petambak lokal dapat sepenuhnya memenuhi spesifikasi yang diperlukan.
Walaupun begitu, pihaknya akan terus mendorong pengembangan kualitas garam lokal.
"Saya kira sebagai ketua umum AIPGI masih pesimis. Jujur saja ya, masih pesimis bahwa kebutuhan garam industri, khususnya yang spesifkasi khusus, bisa dipenuhi dalam negeri," tutur Cucu.
Ia pun mengingatkan jika pada 2025 petambak lokal belum mampu memenuhi syarat hasil produksi yang diinginkan pelaku industri, pemerintah harus terbuka untuk bisa mengambil langkah strategis.
"Jadi jika suatu saat sampai 2025 belum bisa memenuhi syarat, saya berharap pemerintah juga harus terbuka, harmonis, agar kita juga mengambil langkah-langkah strategis untuk penyelamatan industri," pungkas Cucu.
Menperin Usul Agar Dievaluasi
Ditemui di tempat sama, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengusulkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 126 Tahun 2022 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional dievaluasi.
Perpres tersebut mengatur bahwa kebutuhan garam dalam negeri harus dipenuhi dari produksi petambak lokal dan badan usaha, dengan batas waktu paling lambat tahun 2024.
Namun, ada pengecualian untuk kebutuhan garam industri kimia atau chlor alkali.
Menurut Agus, tidak mungkin industri sepenuhnya menghilangkan ketergantungan pada impor garam.
Hal itu disebabkan oleh perbedaan spesifikasi antara garam yang dibutuhkan oleh industri dan yang diproduksi di dalam negeri.
"Enggak mungkin dihilangkan [impor]. Makanya saya bilang bahwa kalau bisa Perpres 126/2022 itu dievaluasi," kata Agus.
"Kita harus ingat juga bahwa para industri itu mencari spesifikasi dari garam yang dibutuhkan. Itu harus ketemu antara spesifikasi yang dihasilkan oleh penambak garam dan penyerapan para industri," lanjutnya.
Dalam Perpres 126/2022, Pasal 2 Ayat 2, disebutkan bahwa sejumlah sektor industri harus memenuhi kebutuhan garamnya dari produksi dalam negeri. Antara lain:
- Garam konsumsi
- Garam untuk industri aneka pangan
- Garam untuk industri penyamakan kulit
- Garam untuk water treatment
- Garam untuk industri pakan ternak
- Garam untuk industri pengasinan ikan
- Garam untuk peternakan dan perkebunan
- Garam untuk industri sabun dan deterjen
- Garam untuk industri tekstil
- Garam untuk pengeboran minyak
- Garam untuk industri farmasi
- Garam untuk kosmetik
Namun, untuk kebutuhan garam pada industri kimia atau chlor alkali, pasal tersebut memberikan pengecualian.
Ditemui di tempat sama, Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian Reni Yanita menjelaskan bahwa pihaknya masih mengkaji apakah mungkin untuk kebuthuan industri farmasi juga bisa dikecualikan.
"Untuk farmasi, walaupun ada penambahan (produksi dari petambak dalam negeri, red), tetapi secara jumlah masih kurang. Untuk ini sedang proses memungkinkan enggak Perpres 126 ada relaksasi untuk yang bahan farmasi," kata Reni.
Terkait dengan kebutuhan garam pada industri chlor alkali, yang memang dikecualikan dalam peraturan ini, Reni menjelaskan bahwa beberapa perusahaan sudah menggunakan garam lokal dalam proses produksinya.
"Ada beberapa industri CAP yang pakai garam lokal, bukan berarti semuanya CAP juga enggak ada keinginan untuk pakai lokal. Itu ada," ujarnya.
"Ketika dia mengimpornya kertas bekas untuk diolah jadi kertas, itu kan dia tidak menghasilkan pulp. Kalau pulp harus impor. Ketika kondisinya seperti itu, dia hanya butuh garam untuk proses bleaching untuk pemutihannya," pungkas Reni.