Industri Restoran dan Hotel Terdampak Penurunan Daya Beli, Awal Tahun Depan Dihajar PPN 12 Persen
Mulai awal 2025 industri hotel dan restoran akan menghadapi kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Choirul Arifin
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengatakan industri hotel dan restoran menghadapi penurunan daya beli masyarakat dan penghematan anggaran belanja perjalanan dinas oleh kementerian/lembaga.
Lalu, pada awal 2025 mereka akan kembali menghadapi kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen.
Hariyadi menjelaskan bahwa daya beli menjadi masyarakat yang menurun memberi efek cukup besar kepada keberlangsungan usaha hotel dan restoran.
Menurut analisa dia, daya beli masyarakat utamanya menurun karena judi online.
"Judi online itu impact-nya memang sangat signifikan. Jadi berpengaruh secara luas gitu. Mata rantai yang ini kan yang terkenal lebih masyarakat menengah bawah tuh judi online ini," katanya kepada wartawan di Jakarta, dikutip Rabu (20/11/2024).
Ia pun berharap pemerintah betul-betul serius untuk memberantas judi online.
Menurut Hariyadi, hingga saat ini, upaya pemerintah terhadap penindakan judi online belum maksimal.
Ia mencontohkan ketika menonton tayangan debat calon gubernur, masih ada iklan judi online di kolom chat tayangan tersebut.
Untuk penghematan anggaran belanja perjalanan dinas Kementerian/Lembaga, Hariyadi menyebut dampaknya akan lebih terasa ke pengusaha hotel.
Ia mengatakan, di bisnis hotel ada mata rantai yang luas, di mana di dalam situ melibatkan banyak pihak selain pengusaha hotel itu sendiri.
Baca juga: Ekonom: Paksakan PPN 12 Persen Berlaku Mulai Januari Akan Turunkan Daya Beli Masyarakat
Contohnya mulai dari vendor penyedia pangan seperti telur, daging ayam, daging sapi, sayur, dan lain-lain. Lalu, ada juga vendor penyedia fasilitas amenities seperti sabun.
Para vendor yang masuk dalam mata rantai bisnis hotel disebut akan terkena dampak penghematan anggaran.
Penghematan anggaran seperti ini pernah terjadi pada awal 2015. Saat itu merupakan bulan-bulan pertama kepemimpinan Presiden Ketujuh RI Joko Widodo.