Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Mendagri Tito Akui Pendapatan Daerah Bakal Kena Dampak dari Penghapusan BPHTB dan PBG

Untuk kriteria MBR yang bisa menikmati penghapusan BPTHB dan retribusi PBG, pemerintah mengacu para peraturan yang sudah ada.

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Sanusi
zoom-in Mendagri Tito Akui Pendapatan Daerah Bakal Kena Dampak dari Penghapusan BPHTB dan PBG
Endrapta Pramudhiaz/Tribunnews.com
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian ketika memberi keterangan pers di kantornya, Senin (25/11/2024). 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengakui Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan terkena dampak dari diberlakukannya penghapusan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

Tito bersama Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait serta Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo telah menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) penghapusan BPHTB dan PBG.

Kepala daerah pun diminta menindaklanjutinya dengan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) dalam satu bulan ini.

Baca juga: Peraturan Penghapusan BPHTB-PBG Ditargetkan Bisa Jalan Dalam Sebulan

Tito mengakui bahwa dengan penghapusan ini dapat mengurangi PAD, tetapi ia belum bisa memperkirakan akan sebesar apa dampaknya.

Sebab, kata dia, MBR di berbagai daerah memiliki penghasilan yang berbeda-beda.

"Memang ini berdampak mungkin pada PAD. Kita belum tahu sedampaknya seluas apa, karena berapa banyak masyarakat yang berpenghasilan rendah di tiap-tiap daerah itu beda-beda," kata Tito di kantornya, Senin (25/11/2024).

Baca juga: Mendagri Tito Klaim Harga Rumah Bisa Turun Usai Penghapusan BPHTB dan PBG

Berita Rekomendasi

Ia mengatakan akan menguji terlebih dahulu penghapusan BPHTB dan PBG ini.

Nantinya, jika ternyata dampak yang ditimbulkan pada pendapatan daerah sangat dalam, pemerintah pusat baru akan mencari solusinya.

"Kita akan tes dulu. Kalau nanti berdampaknya sangat dalam, nanti kita akan lihat lagi seperti apa solusinya," ujar Tito.

Ia pun menekankan bahwa insentif ini harus benar-benar dimanfaatkan oleh MBR.

Jangan sampai masyarakat dengan penghasilan yang lebih dari yang ditentukan ikut menikmatinya.

Mantan Kapolri itu juga telah menyampaikan kepada para kepala daerah agar mereka mempelajari betul definisi MBR.

Baca juga: Berikut Kriteria Masyarakat yang Bisa Mendapatkan Penghapusan BPHTB dan PBG

"(Penghapusan BPHTB dan PBG) spesifik hanya untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Jangan sampai terjadi nanti moral hazard, disalahgunakan, yang sebetulnya perumahan bagus, dinolkan. Itu pidana. Itu bisa kena pidana nanti oknumnya," pungkas Tito.

Untuk kriteria MBR yang bisa menikmati penghapusan BPTHB dan retribusi PBG, pemerintah mengacu para peraturan yang sudah ada.

Ada dua peraturan. Pertama, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PermenPUPR) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah dan Persyaratan Kemudahan Pembangunan dan Perolehan Rumah.

Kedua, Keputusan Menteri (Kepmen) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 22/KPTS/M/2023 Tentang Besaran Penghasilan Masyarakat Berpenghasilan Rendah Dan Batasan Luas Lantai Rumah Umum dan Rumah Swadaya.

Baca juga: Mendagri Tito Setuju Hapus BPHTB untuk Realisasikan Program 3 Juta Rumah

Berdasarkan Kepmen tersebut, besaran penghasil bagi MBR dibagi menjadi dua kelompok wilayah.

Besaran penghasilan MBR wilayah Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Maluku, Maluku Utara, Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dengan penghasilan per bulan paling banyak untuk kategori tidak kawin sebesar Rp 7 juta.

Sementara itu, kategori kawin sebesar Rp 8 juta dan kategori Satu Orang Untuk Peserta Tapera sebesar Rp 8 juta.

Kelompok wilayah berikutnya adalah MBR di Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya dengan penghasilan per bulan paling banyak untuk kategori tidak kawin sebesar Rp 7,5 juta.

Sementara itu, untuk kategori kawin sebesar Rp 10 juta dan kategori Satu Orang Untuk Peserta Tapera sebesar Rp 10 juta.

Selain berdasarkan wilayah, ada juga ketentuan penetapan luas lantainya dalam Kepmen tersebut.

Yaitu, luas lantai paling luas 36 m⊃2; untuk pemilikan rumah umum dan satuan rumah susun. Lalu, luas lantai paling luas 48 m⊃2; untuk pembangunan rumah swadaya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas