Wamenaker Noel: Ada 60 Perusahaan akan Melakukan PHK, Mengerikan Sekali
Dari beberapa masukan yang ditampung, Permendag 8/2024 membuat barang impor jadi dapat masuk ke Indonesia secara mudah.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Berdasarkan data yang Noel berikan, jumlah 60 perusahaan yang akan melakukan PHK itu mengacu catatan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI), dan Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN).
Mayoritas dari perusahaan itu banyak yang tutup dan berhenti melakukan produksi.
Ada juga yang melakukan PHK. Contohnya seperti PT Pismatex kepada 1.700 tenaga kerjanya, PT Asia Pasific Fiber (Karawang) PHK 2.500 tenaga kerja, PT Chingluh PHK 2.000 tenaga kerja, PT Tuntex PHK 1.163 tenaga kerjanya, PT Kabana PHK 1.200 tenaga kerjanya, dan lain-lain.
Sisanya ada yang merumahkan pekerjanya, salah satunya Sritex Group.
60 Perusahaan Tekstil Tutup Dua Tahun Terakhir
Sebelumnya, APSyFI menyatakan bahwa selama 2022-2024 atau dalam dua tahun terakhir, sebanyak 60 perusahaan tekstil terpaksa tutup.
Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan sekitar 60 perusahaan di sektor hilir dan tengah industri tekstil telah berhenti beroperasi. Akhirnya, sekitar 250 ribu karyawan mengalami PHK.
Menurut Redma, penutupan perusahaan-perusahaan tekstil ini dipicu oleh meningkatnya impor ilegal yang mengalir ke pasar domestik tanpa kontrol yang ketat dari pemerintah.
Hal itu telah memperburuk kondisi industri tekstil di Indonesia, yang menurut dia telah mengalami deindustrialisasi selama 10 tahun terakhir.
Redma menjelaskan, pada 2021 saat pandemi COVID-19, ketika impor dari China terhenti, industri tekstil Indonesia sempat mengalami pemulihan.
Namun, begitu lockdown berakhir dan impor dibuka kembali, barang-barang ilegal pun membanjiri pasar, membuat banyak perusahaan terpaksa menghentikan operasional mereka.
Kondisi ini juga berdampak pada sektor-sektor terkait seperti industri petrokimia dan produksi Purified Terephtalic Acid (PTA) yang merupakan bahan baku utama tekstil.
Menurutnya, jika produksi PTA terganggu, permintaan listrik untuk sektor tekstil pun menurun.
"Masalahnya adalah impor yang tidak terkendali. Hal ini menurunkan utilisasi industri kita dan berdampak pada sektor lain, seperti listrik dan logistik," kata Redma dalam keterangan tertulis.