Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Upaya Polri Proses Hukum Penghina Presiden dan Pejabat Dinilai Tak Berdasar

Jajaran Polri menangkap sejumlah orang yang menghina Presiden Joko Widodo dan pejabat selama penanggulangan pandemi coronavirus disease (Covid)-19.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Upaya Polri Proses Hukum Penghina Presiden dan Pejabat Dinilai Tak Berdasar
(Humas Mabed Polri)
Mabes Polri merilis kasus penghinaan pada penguasa negara dan diskriminasi pada ras serta etnis dengan tersangka Ali ?Baharsyah alias AL, Senin (6/4/2020) di Bareskrim Polri. (Humas Mabed Polri) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jajaran Polri menangkap sejumlah orang yang menghina Presiden Joko Widodo dan pejabat selama penanggulangan pandemi coronavirus disease (Covid)-19.

Korps Bhayangkara itu menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagai dasar untuk memproses hukum.

Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus A. T. Napitupulu, meminta aparat kepolisian menghentikan segala proses hukum khususnya terhadap setiap orang yang sedang menggunakan haknya untuk berekspresi secara sah yang dijamin konstitusi.

Baca: Sudah Enam Perawat Meninggal Selama Pandemi Virus Corona di Indonesia

“Selain keliru menerapkan pasal-pasal UU ITE dan KUHP, tindakan aparat membungkam kemerdekaan berekspresi mengedepankan tindakan-tindakan represif menggunakan ancaman pidana memperburuk ketakutan di masyarakat,” kata dia, saat dihubungi, Selasa (7/4/2020).

Dia menjelaskan, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 telah membatalkan pasal-pasal dalam KUHP yang dapat menyasar kasus-kasus penghinaan Presiden seperti Pasal 134, Pasal 136 bis, dan Pasal 137 ayat (1) KUHP.

Menurut dia, MK menegaskan perbuatan kriminalisasi terhadap penghinaan Presiden tidak lagi relevan untuk diterapkan dalam masyarakat demokratis, negara yang berkedaulatan rakyat dan yang menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Baca: Dua Pesilat Dikeroyok Sekelompok Orang Tak Dikenal Usai Ikut Tuntut Kematian Rekannya

“Mahkamah konstitusi juga menekankan tidak boleh lagi ada pengaturan sejenis dengan delik penghinaan presiden yang sudah diputus MK bertentangan dengan Konstitusi dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum yang mengikat,” ujarnya.

Berita Rekomendasi

Sehingga, kata dia, ketentuan pidana apapun mengenai penghinaan terhadap penguasa yang dilihat secara kelembagaan tidak dapat digunakan untuk melindungi kedudukan Presiden sebagai pejabat dan pemerintah.

Selain berdasar Putusan MK itu, dia melanjutkan, pasal-pasal lain juga secara eksesif kerap digunakan oleh aparat untuk menjerat orang-orang yang mengeluarkan ekspresinya secara sah karena dianggap menghina penguasa.

Padahal, dia menilai, pasal tersebut tidak tepat untuk diterapkan, yaitu Pasal 27 ayat (3) UU ITE tentang penghinaan, Pasal 156 KUHP dan Pasal 28 ayat (2) UU ITE tentang ujaran kebencian, dan Pasal 207 KUHP tentang penghinaan terhadap kekuasaan umum.

Selain itu, dia mengungkapkan penerapan Pasal 28 ayat (2), Pasal 27 ayat (3) UU ITE, dan Pasal 207 KUHP tidak dapat diterapkan untuk kasus di atas.

Baca: Cara Efektif Atasi Stres di Tengah Pandemi Corona, Kesehatan Fisik dan Mental Pun Bisa Tetap Terjaga

Untuk Pasal 28 ayat (2) UU ITE, kata dia, ujaran kebencian sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut hanya dapat ditujukan untuk ungkapan-ungkapan yang berisi provokasi atau hasutan untuk kebencian terhadap suku, agama, ras, antar golongan (SARA)

“Pasal 28 ayat (2) UU ITE sama sekali tidak dapat digunakan untuk penghinaan individu apalagi penguasa. Tindakan Polisi menggunakan Pasal  28 ayat (2) UU ITE mencerminkan kesewenang-wenangan,” tuturnya.

Sedangkan, untuk Pasal 27 ayat (3) UU ITE dan Pasal 207 KUHP merupakan delik aduan.

Baca: Menlu Retno Marsudi Imbau Pelajar Indonesia di Australia Pulang ke Tanah Air

“Yang mensyaratkan harus terdapat pengaduan terlebih dahulu dari korban penghinaan. Pasal 207 KUHP atau pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat digunakan untuk melindungi Presiden Joko Widodo dalam kedudukannya sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia,” tambahnya.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas