KSP Sebut Keberhasilan PSBB Ditentukan dari Kedisiplinan dan Kesediaan Anggaran
KSP mengungkapkan keberhasilan dalam menjalankan PSBB erat kaitannya dengan kedisiplinan masyarakat serta ketersediaan anggaran
Penulis: Isnaya Helmi Rahma
Editor: Ayu Miftakhul Husna
TRIBUNNEWS.COM - Kantor Staf Kepresidenan (KSP) mengungkapkan keberhasilan dalam menjalankan Perbatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) erat kaitannya dengan kedisiplinan masyarakat serta ketersediaan anggaran.
Diketahui sebelumnya beberapa daerah telah mendapatkan izin dari Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto untuk menerapkan kebijakan PSBB sebagai upaya menekan persebaran virus corona (Covid-19).
Satu di antaranya yakni DKI Jakarta yang telah menerapkan kebijakan tersebut sejak 10 April 2020 lalu.
Tenaga Ahli Utama KSP, Dany Amrul Ichdan menuturkan terdapat beberapa hal yang dapat menentukan keberhasilan PSBB untuk memutus rantai penularan Covid-19.
Yakni kedisiplinan masyarakat serta kesediaan anggaran pemerintah untuk menangani wabah tersebut.
Hal ini disampaikan Dany dalam program DUA ARAH yang dikutip dari YouTube Kompas TV, Selasa (14/4/2020).
Sebelumnya Dany menyebut pemerintah akan terus melakukan evaluasi terhadap penerapan PSBB yang berlangsung di beberapa daerah.
"Pertama penerapan PSBB ini dievaluasi secara intensif setiap hari bagaimana implementasi di lapangannya," ujarnya.
Lebih lanjut, ia menyebutkan, dua komponen utama yang dapat menentukan keberhasilan dari penerapan PSBB.
"Di sini kita juga melihat keberhasilan PSBB itu, pertama ditentukan dari tingkat kedisiplinan semua partisipasi stakeholder yang ada baik masyarakat, pemerintah, industri, maupun pelaku usaha," kata Dany.
Menurutnya semua stakeholder ini memiliki komitmen dan konsistensi untuk mendaratkan ini kepada tatanan praktis sesuai protokol kesehatan.
Baca: Polri Keluarkan 2 Surat Telegram Kapolri untuk Mendukung Pelaksanaan PSBB
Baca: Menkes Tolak PSBB di Sejumlah Daerah, Ini Alasannya
Adapun komponen kedua, PSBB ini akan berhasil selain pada kedisiplinan yakni adanya kesediaan anggaran.
"Untuk hal tersebut, pemerintah sudah menyediakan anggaran termasuk juga dalam permasalahan yang berkaitan dengan bantuan sosial, baik sembako maupun tunai," jelas Dany.
Dalam hal ini Dany juga menyebut akurasi data yang terjadi pada pusat, Kemensos, dan pemerintah provinsi juga harus diintegrasikan.
Sehingga bantuan sosial bukan hanya tepat isinya melainkan juga sesuai dengan sasaran.
"Oleh karena itu, kesinambungan yang namanya ekosistem dari keberhasilan dalam menjalankan PSBB erat kaitannya dengan komponen-komponen tadi," ungkapnya.
"Inilah yang kami evaluasi dalam masa edukasi ini, sehingga kami ke depan akan lebih ketat lagi bahkan kepada faktor hukum serta konsekuensi hukum untuk menegakkan protokol PSBB," jelas Dany.
Baca: Karni Ilyas Gamblang Kritik PSBB DKI, Tak Kaget Warga Masih Nekat Keluar Rumah: Kita Bisa Kasih Apa?
Simak videonya di menit: 16:37
Pakar Kebijakan Publik Nilai PSBB Tanpa Sanksi Sama Saja dengan Social Distancing
Wilayah Jabodetabek akan segera terintegrasi dalam penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Diberlakukannya PSBB di zona merah utama ini merupakan upaya pemerintah dalam memutus rantai pesebaran virus corona (Covid-19).
Diketahui DKI Jakarta sudah menerapkan PSBB sejak 10 April 2020.
Terkait hal ini Pakar Kebijakan Publik, Agus Pambagio, memberikan pendapatnya.
Menurutnya, PSBB akan berjalan efektif dalam menekan laju penyebaran Covid-19 jika terdapat sanksi yang mengatur di dalamnya.
Agus menegaskan, PSBB tanpa sanksi maka tidak ada bedanya dengan social distancing.
Pernyataan ini ia sampaikan dalam program Sapa Indonesia Pagi yang disiarkan langsung oleh Kompas TV, Selasa (14/4/2020).
Baca: Komisi IX Menyayangkan Masih Ada Penumpukan Penumpang KRL saat PSBB
Baca: Anies Baswedan Sayangkan Perusahaan yang Masih Berkegiatan di Kantor: Ini Menyalahi dari PSBB
Sebelumnya, Agus meyinggung terkait penerapan PSBB di Jakarta yang pada belakangan ini tidak memengaruhi penumpukan antrean penumpang di stasiun yang menuju ke ibu kota.
"Pada hari Minggu saya keluar jalan pagi, ke stasiun dan sebagainya," ujar Agus.
"Nah kemarin itu masih berantakan (stasiun masih ramai penumpang)," imbuhnya.
Lebih lanjut, Agus mengaku telah berkomunikasi baik dengan Gubernur DKI Jakarta serta Kepala Dinas Perhubungan terkait hal tersebut.
Kemudian ia menyebut penyebab penumpukan penumpang ini bukan dari pihak KRL.
"Itu ternyata kemarin sangat penuh memang di stasiun. Penyebabnya bukan dari KRL nya, karena mereka hanya mengikuti peraturan," tegasnya.
Menurut Agus yang menjadi penyebab adalah masih ada perusahaan-perusahaan yang mewajibkan karyawannya masuk.
Baca: Sekelumit Persoalan PSBB Jakarta: KRL hingga Aturan Ojol, Menunggu Sikap Jokowi
Oleh karena itu, Agus pun meminta pemerintah untuk memberikan sanksi kepada perusahaan tersebut.
"Jadi saya komunikasi dengan Pak Gubernur, itu sebaiknya segera disanksi saja dengan baik, bisa administrasi perdatanya Rp 100 juta atau dicabut saja izinnya," jelas Agus.
"Nah itu harus segera di-sweeping pagi ini, karena kalau tidak dikenakan sanksi tidak akan pernah selesai," tegas Agus.
"Sekarang ini PSBB tanpa sanksi maka akan sama saja dengan social distancing, tidak ada bedanya," ungkapnya.
Bahkan Agus mengatakan kalau PSBB masih seperti itu, maka sebaiknya dibubarkan saja.
"Tidak usah pakai PSBB ataupun social distancing. Biarkan saja," kata Agus.
"Karena tidak bisa diatur dan pemerintah tidak mampu mengeratkan hukumnya.," imbuhnya.
"Ingat orang Indonesia tidak bisa tanpa sanksi," tegas Agus. (*)
(Tribunnews.com/Isnaya)