Kemenkes Tetapkan Tarif Maksimal Rapid Test Rp 150.000, Penggugat: Kami Menuntut Penghapusan
Kemenkes telah tetapkan tarif tertinggi Rapid Test senilai Rp 150.000. Penggugat aturan Rapid Test tegaskan pihaknya menuntut penghapusan.
Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menetapkan standar tarif Rapid Test Antibodi untuk mendeteksi virus Corona (Covid-19).
Batas tarif maksimal pemeriksaan Rapid Test Antibodi ditetapkan senilai Rp 150.000,-.
Hal itu tertuang dalam Surat Edaran Kemenkes Tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Rapid Test Antibodi, yang ditandatangani Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Bambang Wibowo pada 6 Juli 2020 lalu.
Terkait aturan terbaru mengenai Rapid Test Antibodi tersebut, pengacara asal Surabaya, Muhammad Sholeh, menegaskan bahwa pihaknya menuntut penghapusan Rapid Test, bukan penurunan biaya.
"Yang kita tuntut penghapusan Rapid Test, bukan penurunan biaya," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com, Rabu (8/7/2020) pagi.
Baca: Rapid Test di Rumah Sakit Hingga Rp300 Ribu-an, Kemenkes Keluarkan Aturan Tarif Tertinggi Rp 150.000
Sebelumnya, Muhammad Sholeh telah mengguggat aturan kewajiban Rapid Test bagi calon penumpang transportasi umum ke Mahkamah Agung (MA), Selasa (30/6/2020).
Setelah digugat di MA, aturan wajib rapid test itu diadukan ke Ombudsman RI, Selasa (6/7/2020).
Poin yang diadukan ialah Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 No 9 dalam ketentuan huruf F ayat (2) huruf b angka 2.
Diketahui dalam aturan tersebut, Gugus Tugas melonggarkan aturan masa berlaku hasil tes corona.
Hasil tes PCR yang sebelumnya berlaku 7 hari diperpanjang menjadi 14 hari.
Demikian pula rapid test yang sebelumnya hanya berlaku 3 hari, diperpanjang 14 hari.
"Meski sudah diubah dari berlaku 3 hari menjadi 14 hari tetap menyusahkan penumpang. Kita menuntut dihapus kewajiban rapid tes bukan dirubah masa berlakunya," ungkap Sholeh kepada Tribunnews.com, Selasa (6/7/2020).
Selain itu, Sholeh menyebutkan, Gugus Tugas tidak memiliki wewenang untuk memberikan aturan syarat penumpang transportasi umum.
"Kewajiban ini menyusahkan penumpang, Gugus Tugas tidak berwenang mengatur syarat penumpang, ini adalah domain Kementrian Perhubungan, bukan Gugus Tugas," ungkapnya.
Baca: Stafsus Presiden Aminudin Ma’ruf Gelar Silahturahmi dan Rapid Test bagi OKP Nasional
Sebelumnya, biaya rapid test yang mahal juga menjadi alasan Sholeh menilai aturan ini perlu dihapuskan.