Fraksi Partai Demokrat DPR RI Minta Serapan Anggaran Kesehatan Dipercepat
Kami merasakan keprihatinan tenaga medis, bagaikan tentara di garis perbatasan yang hendak berperang tetapi tidak dibekali dengan senjata
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI Edhie Baskoro Yudhoyono meminta pemerintah melalui kementerian terkait, mempercepat serapan anggaran kesehatan.
Selain itu, distribusi peralatan kesehatan juga harus dimaksimalkan.
"Distribusi peralatan kesehatan, juga belum maksimal. Kami merasakan keprihatinan tenaga medis, bagaikan tentara di garis perbatasan yang hendak berperang tetapi tidak dibekali dengan senjata," kata Ibas, sapaan akrabnya, kepada wartawan, Senin (13/7/2020).
Sebelumnya, Fraksi Partai Demokrat telah melakukan audiensi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) di Ruang rapat FPD Gedung Nusantara DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (10/7/2020).
Baca: Demokrat Sebut Penambahan Kasus Covid-19 Akibat Kebijakan New Normal
Ibas menegaskan bahwa FPD akan terus mengawal kebijakan penanganan Covid-19 yang belum sepenuhnya sesuai harapan.
Penyerapan dana Covid-19 yang belum maksimal, juga disebutkan Ibas sebagai concern FPD yang terus disampaikan kepada pemerintah.
Sementara dalam kesempatan audiensi itu, Ketua IDI Daeng M Faqih antara lain menjelaskan bahwa realisasi pencairan insentif untuk tenaga medis baru sebesar Rp 437,3 miliar kepada 99.309 tenaga medis yang menangani Covid-19 per 2 Juli 2020.
Rincian 99.309 orang yang menerima insentif ini terdiri dari 43.952 tenaga medis pusat dan 55.357 tenaga medis daerah.
Terkait hal ini, anggota FPD yang juga Wakil Ketua Komisi X, Dede Yusuf mengatakan bahwa anggaran untuk penanganan Covid-19 merupakan concern bersama.
"Kemarin kami coba merelokasi dana pendidikan 5 triliun untuk mendambah relawan tenaga medis, terutama mahasiswa semester akhir yang ditugaskan di berbagai rumah sakit dan membantu pemerintah daerah. Kita ingin tahu juga apakah itu sudah benar-benar dilakukan? Karena anggarannya lumayan besar," kata Dede.
Hal lain, Kemenkes menetapkan batas tertinggi pemeriksaan rapid test antibodi untuk mendeteksi virus corona (Covid-19) sebesar Rp. 150.000 yang tertuang dalam Surat Edaran Nomor HK. 02.02/I/28755/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi rapid test antibodi.
"Namun, belum ada standarisasi harga untuk tes swab yang saat ini harganya cukup mahal dengan besaran yang variatif. Padahal pasar semakin kompetitif, harusnya harganya menjadi lebih murah, jangan sampai tes ini menjadi ladang bisnis. Untuk itu, HET dan tata niaga untuk tes swab juga perlu ditetapkan guna memberikan kepastian harga pada masyarakat," demikian disampaikan Daeng.
Mengenai masalah ini, anggota FPD dari Komisi IX Aliyah Mustika menyampaikan bahwa keluhan IDI akan disampaikan ke Komisinya.
"Ya, kita juga merasa miris dengan masalah rapid test ini. Banyak keluarga tidak mampu yang harus diprioritaskan karena sedang hamil, misalnya,’’ kata Aliyah.
Aliyah juga menyatakan prihatin terkait banyaknya korban meninggal dari tenaga kesehatan (nakes).
"Kami juga ikut menyalurkan santunan kematian untuk nakes dan sudah tersalur senilai 294 miliar. Khusus untuk santunan kematian sudah diterima oleh 32 orang. Tentu kami tidak berharap hal ini tidak meningkat," katanya.