Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Banyak yang Kesakitan dan Tak Nyaman, Bolehkah Sampel Tes Swab Hanya di Mulut atau Hidung Saja?

Tes PCR yang mengambil sampel dari hidung dan mulut dianggap sebagian masyarakat tidak menyenangkan. Banyak yang kesakitan.

Editor: Anita K Wardhani
zoom-in Banyak yang Kesakitan dan Tak Nyaman, Bolehkah Sampel Tes Swab Hanya di Mulut atau Hidung Saja?
WARTA KOTA/WARTA KOTA/NUR ICHSAN
TES SWAB PCR UNTUK WARTAWAN -Sebanyak 150 orang wartawan mengikuti tes swab PCR yang digelar oleh Dewan Pers bekerjasama dengan Pemprov DKI Jakarta. di Hall Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (12/8/2020). Kegiatan yang merupakan wujud kepedulian terhadap wartawan ini sangat penting untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19, mengingat para wsrtawan menjadi salah satu garda terdepan dalam memberitakan hal yang berkaitan dengan wabah Covid-19 yang bersinggungan dengan banyak orang di lapangan. WARTA KOTA/NUR ICHSAN 

Bila hasilnya reaktif akan dilanjutkan dengan swab tes.

Hasil swab tes dianggap lebih akurat, mengapa?

Prof Ida mengatakan, tes swab diambil di saluran nafas (hidung dan tenggorokan) dimana virus itu menempel di sana.

Namun tak kalah penting juga waktu perjalanan penyakit. Sehingga itulah gunanya dilakukan tes yang berulang untuk memastikan hasilnya.

“Pada waktu awal terkena infeksi, saat dilakukan rapid tes hasilnya negatif, tetapi ketika dilakukan PCR hasilnya positif karena virus itu sudah ada di saluran pernafasan," ujar Prof Ida saat live IG di radio kesehatan, Jumat (4/9/2020).
Selanjutnya, saat swab negatif mengapa rapid positif?

"Dalam perjalanan waktu, tubuh berhasil membuat virus itu mati sehingga antibodi (darah) masih memunculkan hasil positif tapi dites PCR sudah negatif

Ia menjelaskan, rapid tes atau antibodi tes dilakukan sebagai skrining, bila hasilnya reaktif akan dilanjutkan tes PCR untuk memastikan apakah virus masih ada.

Berita Rekomendasi

Untuk kasus tertentu dan orang dengan risiko tinggi seperti habis melakukan perjalanan zona merah dan juga pekerjaan yang risiko tinggi terkena Covid seperti petugas laboratorium dan RS, walaupun hasil rapid tes nya negative tetap harus dilakuan PCR tes untuk memastikan apakah virus corona masih ada di tubuh.

Dua Minggu Sekali

Terutama yang bekerja di daerah risiko tinggi seperti di laboratorium, rumah sakit, atau sehabis bepergian, idealnya dilakukan tes 2x sebulan atau dua minggu sekali. Karena hal ini dilihat dari masa inkubas corona ini jangka waktunya 14 hari.

Ia meminta masyarakat yang punya kesempatan untuk melakukan PCR tes agar dilakukan.

Walaupun tidak nyaman namun hal itu bisa membuat yakin apakah tubuh kita telah terinffeksi atau tidak.

Bila hasilnya positif, kalau hanya gejala ringan, bisa melakukan isolasi mandiri di rumah, tapi bila sedang bisa ke rumah sakit umum, bila gejala berat langsung ke rumah sakit rujukan Covid 19 yang ditunjuk pemerintah.

Gejala ringan diantaranya demam, batuk kering, lelah, tapi tidak ada sesak nafas, kadang disertai juga , sakit tenggorokan, pilek dan sakit kepala.

Kategori sedang bila nafas terasa sesak saat beraktivitas, diare, mual muntah, sakit kepala, mulut kering, nafsu makan berkurang. Sementara gejala berat bila sesak nafas parah bahkan saat istirahat, demam tinggi, nyeri dada, bibir tampak kebiruan, sakit kepala berat. (lis)

Sumber: Warta Kota
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas