Epidemolog UGM Nilai Perpanjangan PPKM Sudah Tepat, tapi Implementasi di Lapangan Perlu Dievaluasi
Epidemolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Bayu Satria memberikan tanggapannya terkait kebijakan perpanjangan PPKM Darurat.
Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Epidemolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Bayu Satria memberikan tanggapannya terkait kebijakan perpanjangan PPKM Darurat.
Diketahui sebelumnya, pemerintah resmi memutuskan PPKM Darurat diperpanjang hingga 25 Juli 2021 mendatang.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), Selasa (20/7/2021).
Menurut Bayu, perpanjangan PPKM Darurat ini memang sudah seharusnya dilakukan oleh pemerintah.
Baca juga: FAKTA Perpanjangan PPKM Darurat, Ganti Nama Jadi PPKM Level 4, hingga Tambah Anggaran Bansos 55,21 T
Namun sebaiknya dilakukan dengan perbaikan implementasi di lapangan.
Baik masalah peningkatan testing, tracing, dan masalah logistik serta pengawasan yang berbeda antar daerah.
"Perpanjangan seharusnya dilakukan tapi sebaiknya dengan perbaikan implementasinya baik masalah peningkatan testing tracing. Juga masalah logistik dan pengawasan dimana itu berbeda beda antar daerah."
"Jika ini diteruskan bisa jadi ada daerah yang turun dan ada yang masih naik trennya dan ini jadi bahaya," kata Bayu kepada Tribunnews.com, Rabu (21/7/2021).
Baca juga: Pengamat Komunikasi Sebut Istilah PPKM Darurat dan PPKM Level 4 Hanya Sebatas Perbedaan Diksi
Lebih lanjut Bayu menilai, perpanjangan PPKM Darurat ini memang tepat.
Namun kebijakan perpanjangan PPKM Darurat ini harus dilihat lagi dan dievaluasi.
"Perpanjangannya tepat tapi implementasinya itu yang perlu dilihat dan dievaluasi lagi," tambah Bayu.
Baca juga: Jokowi Perintahkan Jajarannya Tidak Lagi Gunakan Istilah PPKM Darurat atau Mikro
PPKM Darurat Akan Dilonggarkan Jika Daerah Tunjukkan Perbaikan
Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, pemerintah akan melonggarkan PPKM Darurat di beberapa daerah hanya jika daerah tersebut menunjukkan perbaikan di semua sisi.
Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi mengatakan hal tersebut berdasarkan arahan yang telah disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Hal tersebut disampaikannya dalam Siaran Pers PPKM di kanal YouTube FMB9ID_IKP pada Rabu (21/7/2021).
"Sesuai Instruksi Mendagri terbaru, pelaksanaan PPKM Level 4 ini akan berjalan sampai dengan 25 Juli 2021. Dan atas arahan Presiden maka pada tanggal 26 Juli 2021 akan dilakukan relaksasi di beberapa daerah hanya dan jika daerah tersebut menunjukkan perbaikan dari semua sisi dengan merujuk pada kriteria level yang telah disepakati," kata Jodi.
Baca juga: Kemenkes: Seluruh Provinsi di Jawa-Bali Masih Terapkan PPKM Level 4
Jodi mengatakan relaksasi secara bertahap bisa dilakukan jika tingkat transmisi covid-19 sudah melambat dan Bed Occupancy Rate (BOR) menurun di bawah 80 persen secara konsisten selama beberapa waktu tertentu.
Sebagaimana kita ketahui, lanjut dia, pengetatan secara gradual dilakukan jika tingkat transmisi covid-19 memasuki level yang tinggi dan BOR meningkat secara signifikan mendekati 80 persen.
Keputusan dalam pengetatan dan relaksasi, kata dia, harus memperhitungkan kondisi psikologis masyarakat dan level transmisi penyakit serta kemampuan distribusi bantuan sosial yang disediakan pemerintah.
"Keputusan untuk melakukan relaksasi ataupun pengetatan adalah kombinasi dari keempat faktor di atas yang mewakili laju transmisi penyakit, kemampuan respons sistem kesehatan kita, dan kondisi psikologis masyarakt, dan kemampuan distribusi bansos," kata Jodi.
Baca juga: Instruksi Kapolri kepada Jajaran saat PPKM Level 4 Jawa-Bali
Pemerintah, lanjut dia, menentukan level 1 hingga 4 PPKM berdasarkan sejumlah hal.
Pertama, kata dia, dalah penambahan kasus konfirmasi per 100 ribu penduduk selama satu minggu.
"Hal ini untuk menentukan tingkat transmisi covid-19," kata dia
Kedua, adalah jumlah kasus covid-19 yang dirawat di rumah sakit per 100 ribu penduduk selama satu minggu.
Indikator tersebut, lanjut Jodi, dapat menjadi leading indikator kenaikan kasus karena beberapa daerah masih ada yang menahan publikasi kenaikan kasus.
"Ketiga Bed Occupancy Rate dari fasilitas rawat isolasi dan ICU untuk covid-19. Ini juga mewakili indikator dari respons kesehatan jika seandainya terjadi peningkatan kasus," kata Jodi.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Gita Irawan)