Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Penjelasan Pemerintah Keluarkan Angka Kematian sebagai Indikator Penentuan Level PPKM

Pemerintah kata Wiku mengeluarkan angka kematian sebagai indikator untuk perbaikan sistem pencatatan. Sehingga penentuan level PPKM

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Penjelasan Pemerintah Keluarkan Angka Kematian sebagai Indikator Penentuan Level PPKM
Istimewa
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito dalam keterangan pers perkembangan penanganan Covid-19 di Graha BNPB, Kamis (15/4/2021) yang disiarkan kanal YouTube BNPB Indonesia. 

Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail

TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA -- Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menjelaskan perihal tak dimasukkannya angka kematian dalam asesmen level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Pemerintah kata Wiku mengeluarkan angka kematian sebagai indikator untuk perbaikan sistem pencatatan. Sehingga penentuan level PPKM nantinya lebih akurat dan valid.

"Hal ini demi kebijakan yang tepat melalui data yang valid," kata Wiku kepada Tribunnews. Com, Kamis, (12/8/2021).

Baca juga: Jubir Satgas Covid-19 : Penghapusan Indikator Angka Kematian Covid-19 Hanya Sementara

Menurutnya, pemerintah mengeluarkan indikator kematian dalam asesmen level PPKM untuk sementara waktu saja. Setelah data berhasil diperbaiki, maka angka kematian tersebut akan kembali dimasukan sebagai salah satu indikator.

"Perhitungan tersebut hanya tidak digunakan sementara saja paralel dengan upaya perbaikan sistem pencatatan dan pelaporan nasional," katanya.

Hal senada disampaikan Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Jodi Mahardi. Ia mengatakan bahwa angka kematian bukan dihilangkan melainkan hanya tidak digunakan sementara waktu dalam menentukan level PPKM.

Baca juga: BPOM AS Dilaporkan Segera Setujui Dosis Ketiga Vaksin Covid-19 untuk Orang dengan Masalah Imun

Berita Rekomendasi

“Bukan dihapus, hanya tidak dipakai sementara waktu karena ditemukan adanya input data yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu ke belakang, sehingga menimbulkan distorsi atau bias dalam penilaian,” kata dia di Jakarta pada Rabu (11/8/2021).

Pemerintah, lanjut Jodi, menemukan bahwa banyak angka kematian yang ditumpuk-tumpuk, atau dicicil pelaporannya, sehingga dilaporkan terlambat. Hal itu menyebabkan analisis kondisi suatu daerah menjadi bias.

“Jadi terjadi distorsi atau bias pada analisis, sehingga sulit menilai perkembangan situasi satu daerah,” tambahnya.

Baca juga: Cara Download Sertifikat Vaksin Covid-19 ke-1 dan ke-2 di pedulilindungi.id, Berikut Panduannya

Data yang bias tersebut menurutnya menyebabkan penilaian yang kurang akurat terhadap level PPKM di suatu daerah.

Namun demikian, Jodi menambahkan bahwa data yang kurang update tersebut juga terjadi karena banyak kasus aktif yang tidak terupdate lebih 21 hari.

“Banyak kasus sembuh dan angka kematian akhirnya yang belum terupdate,” katanya.

Untuk mengatasi hal ini, Jodi menegaskan bahwa pemerintah terus mengambil langkah-langkah perbaikan untuk memastikan data yang akurat.

“Sedang dilakukan clean up (perapian) data, diturunkan tim khusus untuk ini. Nanti akan diinclude (dimasukkan) indikator kematian ini jika data sudah rapi,” bebernya.

Sembari menunggu proses itu, Jodi menuturkan bahwa untuk sementara pemerintah masih menggunakan lima indikator lain untuk asesmen, yakni seperti BOR (tingkat pemanfaatan tempat tidur), kasus konfirmasi, perawatan di RS, pelacakan (tracing), pengetesan (testing), dan kondisi sosio ekonomi masyarakat.

Sebelumnya keputusan pemerintah mengeluarkan angka kematian sebagai salah satu indikator penentuan level PPKM mendapat kritikan epidemiolog dan anggota DPR. Menurut mereka pemerintah seharusnya memperbaiki data kematian bukan malah tidak menggunakannya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas