Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Varian Alpha di Eropa Tak Lagi Masuk Kategori Variant of Interest

Varian Alpha (B.1.1.7) Covid-19 pernah jadi varian dominan di dunia dan menimbulkan peningkatan gelombang kasus pada akhir 2020 dan awal 2021.

Editor: Anita K Wardhani
zoom-in Varian Alpha di Eropa Tak Lagi Masuk Kategori Variant of Interest
Freepik
ILUSTRASI dua varian Covid-19 yang berbeda. Seorang wanita berusia 90 tahun meninggal setelah terinfeksi Covid-19 dengan dua varian sekaligus, yaitu varian Alpha dan Beta 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Varian Alpha (B.1.1.7) Covid-19 pernah jadi varian dominan di dunia dan menimbulkan peningkatan gelombang kasus pada akhir 2020 dan awal 2021.

Namun, sampai saat ini varian yang pertama kali ditemuan di Inggris masih digolongkan sebagai Variant of Concern (VoC) oleh WHO, bersama varian Beta, Gamma, Delta, serta Omicron.

Padahal jika dilihat pada laporan mingguan 17 Februari 2022, maka European Centre for Disease Prevention and Control (E-CDC) membuat klasifikasi baru dan melakukan deeskalasi atau penurunan status dari varian Alpha.

Baca juga: Cara Cegah Penyebaran Covid-19 Varian Omicron, Harus Perkuat Protokol Kesehatan

Baca juga: Dari Demicron ke Deltacron, Benarkah Ada Gabungan Varian Delta dan Omicron? Ini Ulasan Ahli

Suatu varian dapat diturunkan klasifikasinya karena tiga alasan.

Pertama tidak lagi bersirkulasi.

Kedua, sudah bersirkulasi cukup lama tapi tidak punya dampak pada situasi epidemiologi secara keseluruhan.

Serta, ketiga bukti ilmiah menunjukkan bahwa varian itu tidak lagi berhubungan dengan aspek klinik tertentu.

E-CDC melakukan deeskalasi varian Alpha dan sehingga tidak lagi masuk sebagai VOC, Variant of Interest (VOI) atau Variant under Monitoring (VUM) di Eropa karena dua hal konkrit.

Berita Rekomendasi

Pertama sirkulasinya jauh menurun di Eropa sesudah adanya varian Delta, dan kedua hanya punya bukti ilmiah terbatas tentang dampaknya pada imunitas yang ditimbulkan oleh vaksin.

Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama menuturkan, memang Uni Eropa dan juga beberapa negara seperti Amerika Serikat, Inggris dan lainnya membuat daftar VOC, VOI dan VUM sendiri, sesuai keadaan di negara/kawasan mereka.

Ia pun mengusulkan agar kawasan ASEAN juga turun melakukan hal ya sama.

Di awali dengan Indonesia yang
dapat memelopori untuk membahas dan menetapkan VOC, VOI dan VUM khusus untuk kawasan ASEAN.

"Mungkin akan baik juga kalau Indonesia melakukan hal yang sama, atau setidaknya mempelopori di kawasan ASEAN. Harapannya agar sesuai dengan masalah yang kita hadapi di tempat kita serta penangananya lebih terarah," terang dia.

Mantan DirJen Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan ini mengatakan, hal ini akan menunjukkan kepemimpinan diplomasi kesehatan Indonesia di kawasan regional dan internasional.

"Bukan hanya tentang klasifikasi, tetapi akan baik kalau ASEAN juga ada program bersama yang antara lain ditandai dengan semacam ASEAN weekly epidemiological report on COVID-19 misalnya, yang dapat dipelopori oleh Indonesia," tutur dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas