Aturan Mudik Pada Anak Usia Bawah 18 Tahun Berubah Lagi, Tanpa Antigen, Ini Komentar Epidemiolog
Kini aturan mudik berubah lagi. Salah satunya peniadaan testing antigen atau PCR sebagai syarat mudik bagi anak-anak di bawah usia 18 tahun.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Pandemi Covid-19 membuat pemerintah membuat berbagai regulasi dengan tujuan meminimalisir dampak yang diberikan dari virus SARS-CoV-2 ini.
Di sisi lain, beberapa kebijakan kerap kali berganti.
Kini aturan mudik berubah lagi. Salah satunya peniadaan testing antigen atau PCR sebagai syarat mudik bagi anak-anak di bawah usia 18 tahun.
Baca juga: Ini 23 Gerbang Tol yang Berpotensi Jadi Biang Kemacetan saat Arus Mudik Lebaran 2022
Baca juga: Mudik, Anak-Anak Tak Perlu Tes PCR dan Antigen, Syaratnya Sudah Vaksinasi Dua Dosis
Sebelumnya, bagi yang belum mendapatkan booster perlu melakukan tes antigen atau PCR.
Hal ini tercantum dalam Surat Edaran Kasatgas Nomor 16 Tahun 2022.
Aturan ini juga berlaku pada anak-anak yang berusia 18 tahun ke bawah. Dikarenakan mereka belum bisa mendapatkan dosis ketiga atau booster.
"Anak-anak di bawah 18 tahun di booster belum boleh. Akhirnya diputuskan oleh bapak presiden anak-anak, remaja, kalau mau mudik belum dibooster tidak apa-apa. Tidak usah dites antigen dan PCR," kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers virtual, Senin (19/4/2022).
Terkait hal ini Ahli Epidemiologi Griffith University Dicky Budiman, kebijakan yang berubah-ubah dalam situasi pandemi merupakan hal yang lazim.
"Dalam situasi pandemi atau krisis kesehatan terjadi dinamika membuat keputusan bisa berubah, itu hal lazim," ungkapnya pada Tribunnews, Selasa (19/4/2022)
Namun kelaziman ini, kata Dicky perlu disertai dengan strategi komunikasi risiko.
Salah satu inti mendasar saat menyampaikan kebijakan perlu diikuti dengan strategi komunikasi risiko tadi.
Saat ini situasi pandemi mungkin mengarah pada semakin baiknya lanskap imunitas sehingga ada pelonggaran. Dan dijelaskan juga terkait trend atau prediksi.
"Atau kemungkinan perubahan situasi sehingga membuat masyarakat menjadi waspada, peduli dan paham. Ini yang masih perlu ditingkatkan, perbaikan strategi komunikasi ini," kata Dicky lagi.
Selain itu, ketika ada pelonggaran harus diingatkan jika situasi masih serius. Agar ada peningkatan kewaspadaan dan penguatan di aspek lain.
"Kaitan dengan perubahan sebagai contoh peniadaan kewajiban tes bagi anak di bawah 18 tahun, itu ya tentu menjadi contoh dinamika dengan memberikan penguatan, dasar-dasar yang memperkuat opsi itu," papar Dicky lagi.
Beberapa opsi yang dapat memberikan penguatan, pertama anak-anak khususnya menurut Dicky secara umum memiliki kondisi tubuh lebih kuat.
Sejauh ini meski bukan dari sisi infeksi, anak-anak berkontribusi paling sedikit dari aspek kesakitan dan kematian. Termasuk juga sebagian mereka telah mendapatkan vaksinasi.
Itu membuat mereka memiliki potensi risiko yang kecil. Selain itu juga perlu mengingatkan anak di atas 7 tahun membiasakan menggunakan masker.
"Ini yang akan memperjelas kenapa opsi itu diambil. Tapi kalau itu tidak dilakukan dalam mitigasinya, meksipun anak-anak tetap bisa jadi kontributor," tegas Dicky.
Artinya, kata Dicky perlu ada penambahan informasi, atau tambahan kebijakan serta protokol kesehatan terkait konteks ini.