Menkes dan Jokowi Prediksi Puncak Kasus Covid-19 di RI, Terjadi Minggu Kedua atau Ketiga Juli 2022
Jokowi dan Menkes memprediksi puncak kasus Covid-19, diperkirakan akan terjadi pada minggu kedua atau ketiga Juli 2022.
Penulis: Nuryanti
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah memprediksi puncak kasus Covid-19 di Indonesia terjadi pada minggu kedua atau ketiga Juli 2022.
Prediksi tersebut disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin.
Presiden Jokowi menyebut, puncak kasus Covid-19 diperkirakan terjadi pada Juli ini.
Sehingga, Jokowi mendorong agar vaksinasi Covid-19 booster lebih digencarkan.
"Yang kita tahu kasus per 3 Juli kemarin ada sebanyak 1.614 kasus (Covid-19)."
"Dan diprediksi puncak kasusnya akan berada di bulan Juli ini, di minggu kedua atau minggu ketiga," ungkapnya di Istana Merdeka, Senin (4/7/2022), dilansir Kompas.com.
Baca juga: Pakar Epidemiologi: Memprediksi Puncak Kasus Covid-19 Perlu Penguatan Pada Testing dan Tracing
Senada dengan Jokowi, Menkes juga mengatakan puncak kasus Covid-19 diprediksi terjadi pada minggu kedua atau ketiga Juli 2022.
"(Puncak kasus) itu rata-rata 28-34 hari sejak ditemukan varian BA.4 dan BA.5 di negara tersebut, jadi cepat sampai puncaknya," ujarnya, Minggu (3/7/2022), dikutip Tribunnews.com dari YouTube Kompas TV.
"Di Portugal seperti itu, di Australia seperti itu, di Afrika Selatan seperti itu."
"Jadi kalau kita menemukan varian itu usai lebaran, mengikuti pola di tiga negara yang lain itu, (maka) puncaknya kira-kira minggu kedua atau minggu ketiga Juli," terang Menkes.
Budi menjelaskan, subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 akan membuat kasus meningkat hingga 18-19 ribu kasus.
Kenaikan tersebut, lanjut Menkes, akan terjadi dalam waktu singkat.
"Kita kan masih terkontrol, ada kenaikan, tapi kita tetap waspada, tidak panik, tetap pakai masker di ruangan tertutup, karena memang (meski) kenaikannya tinggi tapi (kita) masih di level kecil," papar Budi.
Dikutip dari laman setkab.go.id, Indonesia lebih baik dalam menghadapi gelombang subvarian Omicron BA.4 dan BA.5, dibandingkan dengan sejumlah negara di kawasan Eropa, Amerika, dan negara Asia lainnya.
Menkes berujar, hal ini karena tingkat disiplin terhadap protokol kesehatan dan vaksinasi yang lebih baik.
Baca juga: Cakupan Booster Covid-19 Masih Rendah, Menkes Sebut Bukan Hanya Masalah Indonesia Saja
“Indonesia relatif jauh lebih baik dengan populasi yang sangat banyak menghadapi gelombang BA.4 dan BA.5, ini karena relatif para masyarakat Indonesia itu lebih disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan dan juga dalam melaksanakan vaksinasi,” ujarnya di Kantor Presiden, Jakarta, Senin.
Ia menambahkan, kenaikan kasus di Tanah Air relatif rendah, meskipun subvarian BA.4 dan BA.5 telah mendominasi mencapai lebih dari 80 persen dari varian yang diuji genome sequencing.
Berdasarkan pengamatan pada gelombang varian Delta dan Omicron, kata Budi, penurunan kasus akan terjadi saat dominasi varian mencapai hampir 100 persen.
“Sekarang kita juga melihat walaupun kasusnya naik tapi pelandaian mulai terjadi, baik di Jakarta maupun di Indonesia,” jelasnya.
Baca juga: Sub Varian Baru Covid BA.2.75 Terdeteksi di India, Masyarakat Diminta Waspada
Menurutnya, jumlah kasus yang jauh lebih rendah dari puncak gelombang sebelumnya dipicu oleh tingginya kadar antibodi masyarakat.
“Sero survei terakhir di bulan Maret menunjukkan antibodi kita masih tinggi."
"Jadi kalau Desember kita Sero survei antibodinya sekitar 400-an, 500-an itu sudah dimiliki oleh 88 persen populasi."
"Di bulan Maret kemarin kita Sero survei 99 persen populasi sudah memiliki antibodi di level 3.000–4.000-an, jadi jauh lebih tinggi,” beber Menkes.
(Tribunnews.com/Nuryanti/Galuh Widya Wardani) (Kompas.com/Dian Erika Nugraheny)