Komite IV DPD RI Dorong Perubahan UU BPK untuk Penguatan Lembaga BPK RI
Penguatan lembaga dinilai perlu agar BPK dapat melakukan pengawasan keuangan negara dengan lebih optimal dan leluasa.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) melakukan Kunjungan Kerja (Kunker) dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan.
Dalam sambutannya, Wakil Ketua Komite IV DPD RI Novita Anakotta menyampaikan bahwa kunjungan kerja di Provinsi Sulawesi Selatan ini dilaksanakan dalam rangka rangka tindak Lanjut atas Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHPS) BPK RI Semester II tahun 2020 sebagai bentuk implementasi dan tanggung jawab DPD RI dalam pengawasan penggunanaan APBN.
Pada kesempatan ini, Senator asal Maluku yang mewakili Komite IV DPD RI tersebut juga menyampaikan apresiasi pada capaian opini atas LKPD Provinsi Sulawesi Selatan yang sejak IHPS I tahun 2018 hingga IHPS I tahun 2020, selalu memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
“Peningkatan capaian opini atas LKPD tentunya harus seiring sejalan dengan peningkatan kualitas tata kelola keuangan di pemerintah daerah, dan masih diperlukan kerja keras bagi pemerintah kabupaten untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan agar memperoleh opini terbaik,” ujar Novita dalam sambutannya.
Senator Ajiep Padindang selaku tuan rumah menyoroti utang pemerintah pusat ke pemda, termasuk DBH (Penyaluran yang tidak sesuai). Ajiep mempertanyakan apakah BPK melakukan pemeriksaan terkait hal tersebut.
Selain itu, Ajiep juga menyoroti banyaknya tunggakan insentif bagi Nakes di tahun 2020 yang masih belum dibayarkan, bahkan beberapa yang telah meninggal. Oleh karena itu di akhir pernyataannya, Ajiep menitipkan kepada BPK agar melakukan pemeriksaan atas dana tunjangan nakes di provinsi Sulsel yang belum dibayarkan.
Senator asal Sulbar Ajbar menyampaikan adanya keresahan Pemda mengenai tidak adanya standar harga untuk pengadaan barang/jasa terkait penanganan Covid-19 di masa pandemi.
“Yang ditakutkan adalah bahwa standar BPK berbeda dengan Pemda. Misalnya, terjadi pembelian APD yang harganya mahal sekali di awal pandemi, bahkan masker bisa berharga ratusan ribu, namun pemeriksaan BPK menggunakan standar harga ketika harga sudah normal. Hal ini menyebabkan pemda takut penilaian BPK bermasalah," ungkapnya.
Senator asal Sulteng, Muhammad J. Wartabone berpendapat bahwa kinerja dan kepatuhan adalah hal yang sangat penting. Oleh karena itu diperlukan SDM handal yang berkelanjutan di dalam Pemda.
"Diperlukan rekomendasi BPK ke Pemda yang mengharuskan agar pemda mencari dan mempertahankan SDM yang bagus dan qualified, yang tidak terpengaruh oleh kondisi politik (pergantian kepala daerah), diperlukan SDM yang unggul dalam hal pengelolaan Keuangan Pemerintah daerah”, tambahnya.
Bambang Santoso, senator dari Dapil Bali turut mempertanyakan mengenai banyaknya rekomendasi yang diberikan oleh BPK dan berapa yang bisa diselamatkan oleh BPK secara material, lalu bagaimana tindak lanjut yang detail terkait pemeriksaan tersebut.
Sementara itu Senator asal Lampung, Abdul Hakim menyoroti pengelolaan keuangan di masa pandemi. “Apakah pengelolaan keuangan telah secara efektif dan memenuhi kaidah pengelolaan yang baik?" tanyanya.
Abdul Hakim juga memandang bahwa dalam laporan BPK ini, belum mendapat justifikasi yang kuat dari BPK bahwa penanganan Covid-19 di daerah bermasalah. Selain itu, Abdul Hakim juga meminta agar BPK menjelaskan mengenai kekhawatiran BPK atas kemampuan negara di dalam membayar utang.
Anggota DPD RI asal Sultra, Amirul Tamim melihat bahwa pencapaian WTP dari beberapa daerah sudah jauh lebih baik tapi belum berbanding lurus dengan kinerja pemerintahan secara umum. Selain itu Amirul juga mendorong adanya perubahan terhadap UU BPK.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.