Kritik Baju Dinas Branded, Ketua DPD RI: Sektor Tekstil Lokal Sedang Sekarat!
Langkah tersebut dinilai tidak menunjukkan empati terhadap IKM di sektor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), yang sangat terdampak pandemi.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Rencana pengadaan baju dinas anggota DPRD Kota Tangerang menggunakan merek internasional terkenal, atau branded dikritik Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Menurutnya, perasaan rakyat akan terluka jika rencana itu direalisasikan.
Pokja Unit Layanan Pengadaan (ULP) DPRD Kota Tangerang mengungkap ada 4 brand premium yang akan menjadi bahan pakaian anggota dewan. Yaitu dua setel pakaian dinas harian (PDH) merek Louis Vuitton, kemudian merek Lanificio Di Calvino untuk pakaian sipil resmi (PSR), Theodoro untuk pakaian sipil harian (PSH), dan Thomas Crown untuk pakaian sipil lengkap (PSL).
“Saya sangat menyesalkan munculnya rencana pengadaan baju anggota dewan dari merek premium. Apalagi rencana itu muncul di saat masyarakat sedang menghadapi PPKM yang semakin menyulitkan secara ekonomi,” kata LaNyalla di sela reses di Jawa Timur, Selasa (10/8/2021).
Senator asal Jawa Timur itu mengatakan, pejabat seharusnya menunjukkan sense of crisis di situasi pandemi Covid, termasuk anggota dewan.
Ditambahkannya, pandemi telah meluluhlantakkan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat. Sehingga pengadaan barang mewah bagi pejabat sangat tidak pantas dilakukan.
“Kalau memang anggota dewan ingin membeli barang branded, gunakan saja uang pribadi. Jangan menggunakan anggaran negara yang didapat dari pajak rakyat. Wakil rakyat harus lebih berempati dengan keadaan masyarakat di masa PPKM,” tegasnya.
LaNyalla mengatakan, rencana tersebut sangat ironis. Sebab, saat ini orang berlomba-lomba memberikan kebaikan untuk masyarakat yang terdampak PPKM.
"Wakil rakyat seharusnya bisa menjadi salah satu contoh untuk memberikan kebaikan kepada sesama, bukan justru sibuk mengurus pakaian branded. Apalagi ekonomi negara saat ini sedang kurang baik. Banyak terkuras untuk penanganan pandemi. Anggaran yang ada seharusnya digunakan secara bijaksana dan diutamakan untuk menyelamatkan kondisi masyarakat,” imbau mantan Ketua Umum PSSI itu.
LaNyalla berharap pengadaan barang yang sudah masuk dalam proses lelang tersebut dievaluasi.
"Sebaiknya kebijakan tersebut dibatalkan, atau setidaknya ditunda. Manfaatkanlah merek dalam negeri. Jangan sampai seruan Presiden untuk mencintai produk dalam negeri hanya jadi sebuah slogan saja,” tuturnya.
Langkah Pemkot dan DPRD Kota Tangerang dalam pengadaan lini busana luar negeri juga dinilai tidak menunjukkan empati terhadap Industri Kecil Menengah (IKM) di sektor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), yang sangat terdampak pandemi. LaNyalla mengingatkan, banyak industri tekstil yang kini mati.
“Di tengah industri tekstil dalam negeri sedang sekarat karena kepayahan mempertahankan usahanya saat pandemi, ini kok pejabat malah melakukan pengadaan pakaian dari brand luar. Sangat ironi,” urainya.
LaNyalla menyebut, permintaan produk tekstil di pasar domestik atau lokal mengalami penurunan signifikan. Hal tersebut diperparah dengan kenaikan harga bahan baku dan kesulitan memasarkan produk karena terkendala pandemi, khususnya untuk pasar ekspor.
“Mereka kesuitan ekspor, sehingga dialihkan ke dalam negeri. Sementara di dalam negeri diperburuk dengan kemudahan masuknya barang-barang garmen impor China dan Thailand, yang secara kompetisi punya harga lebih murah,” kata LaNyalla.
Asosiasi Produsen Serat dan Filament Indonesia mengungkapkan saat ini industri tekstil banyak yang mati bukan hanya karena lesu akibat pandemi saja. Tetapi juga akibat serbuan produk impor. Banyak pelaku usaha di sektor TPT menghentikan produksi karena utilisasinya pun turun dari yang seharusnya bisa 60%, jadi hanya di kisaran 30-40%.
“Seharusnya negara memberi dukungan kepada mereka. Pemerintah bisa menghidupkan sektor tekstil kembali dengan melakukan belanja produk IKM di sektor tekstil lokal, untuk seragam instansi atau baju dinas. Jadi menurut saya belanja baju dinas dari brand luar dengan kondisi pabrikan lokal banyak bertumbangan seperti saat ini sangat tidak masuk akal,” tegas LaNyalla.
Selain Ketua DPD RI, reaksi keras pengadaan baju dinas anggota DPRD Kota Tangerang pun muncul dari berbagai elemen masyarakat. Salah satunya Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA).
Menyikapi maraknya kontroversi, DPRD Kota Tangerang akan mengadakan rapat dalam waktu dekat. Terdapat beberapa opsi yang mungkin akan diusulkan, salah satunya membatalkan rencana tersebut. (*)