Di Webinar GPII, LaNyalla Bicara Pentingnya RI Punya Road Map Ketahanan Ekonomi di Era Disrupsi
LaNyalla mengingatkan, indikator ketahanan sektor perekonomian suatu negara harus dilihat dari sisi industri barang dan jasa.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyampaikan pentingnya Indonesia memiliki road map ketahanan ekonomi. Menurutnya, road map dibutuhkan untuk menyambut era disrupsi yang menuntut banyak perubahan ke taraf yang lebih baru, salah satunya akibat pandemi Covid-19.
Hal tersebut disampaikan LaNyalla saat menjadi keynote speaker dalam web seminar (Webinar) yang diselenggarakan Pimpinan Nasional Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), Selasa (24/8/2021), dengan tema "Dampak Covid-19 terhadap Ketenagakerjaan: Merancang Strategi Pemulihan Perekonomian Indonesia".
“Pandemi Covid-19 memang membuat semua negara di dunia terdampak, bukan hanya di sektor Kesehatan, tetapi juga di sektor ketahanan Ekonomi. Semua negara melakukan berbagai upaya untuk menjaga perekonomian dan dunia usaha serta industri mereka tetap mampu bertahan,” kata LaNyalla.
Pemerintah Indonesia disebut sudah melakukan beberapa upaya extra ordinary. Salah satunya adalah dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPPU) yang kemudian telah ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020, sebagai payung hukum untuk pemulihan ekonomi akibat Covid-19.
“Payung hukum itu memberikan dukungan keuangan negara bagi penanganan pandemi tersebut, yang kemudian, pemerintah boleh menaikkan batas hutang pemerintah dan melakukan relokasi sekaligus refocusing anggaran,” ujarnya.
Payung hukum tersebut juga memberi amanat kepada Komite Penanganan Covid dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) untuk mengelola dana penanggulangan Covid-19 beserta dampaknya. Pemerintah juga telah membuat sejumlah skema penanganan pandemi, baik di sektor kesehatan, sosial, dan ekonomi.
“Yang pada akhirnya, kemarin kita lihat data dari Pemerintah bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di triwulan kedua mengalami peningkatan. Namun, harus diakui bahwa peningkatan itu lebih banyak ditopang oleh belanja konsumsi masyarakat, yang didukung government spending melalui berbagai skema bantuan sosial serta momentum Ramadan dan Idul Fitri serta Idul Adha,” tuturnya.
LaNyalla menilai, perlu penyelesaian dari sektor hulu untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang timbul akibat pandemi. Sebab jika memilih menyelesaikan dari sektor hilir, maka sifatnya hanya jangka pendek saja.
“Kita harus menyiapkan road map ketahanan ekonomi Indonesia untuk menyongsong era disrupsi, yang akan mengubah pola hidup dan tatanan dunia global. Artinya pekerjaan kita juga menyangkut persoalan di sektor hulu, bukan saja di sektor hilir,” terang LaNyalla.
Senator asal Jawa Timur ini merinci pekerjaan di sektor hulu yang dimaksud. Menurutnya, untuk langkah awal seluruh elemen bangsa harus bisa memahami bahwa tatanan baru perlu dijawab dengan kesiapan secara fundamental.
“Dengan menentukan arah kemandirian dan kedaulatan bangsa, sebagai bagian dari kesiapan kita menyongsong perubahan global dan tata baru dunia,” tegasnya.
LaNyalla mengingatkan, indikator ketahanan sektor perekonomian suatu negara harus dilihat dari sisi industri barang dan jasa. Salah satunya, indikator Purchasing Managers Index di sektor Manufaktur dan Industri Jasa lainnya.
“Karena hal itu akan menunjukkan kepada kita, apakah mesin ekonomi di Indonesia berjalan. Sebab bila Industri dan Manufaktur berjalan, berarti supply chain juga berjalan. Kredit perbankan juga bergulir. Buruh tetap bekerja. Dan pasar tetap ada untuk menyerap barang,” jelas LaNyalla.
Menurutnya, tidak bisa apabila yang berjalan hanya industri farmasi dan digital saja dalam ketahanan sektor ekonomi negara untuk menghadapi pandemi. LaNyalla mengatakan, industri padat karya lainnya juga penting seperti sektor UMKM dan industri pariwisata yang melibatkan tenaga kerja informal.
“Sebab, bila yang terjadi sebaliknya, Manufaktur dan Industri berhenti. Otomatis buruh berhenti kerja. Pilihannya cuma dua: buruh dirumahkan atau di-PHK. Ini akan menimbulkan persoalan baru, yaitu permasalahan sosial,” ucapnya.
“Sementara para korban PHK pilihannya juga terbatas. Merintis usaha skala mikro kecil, atau menjadi pekerja sektor informal dengan beralih pekerjaan, salah satunya menjadi pengemudi Ojek Online. Tapi celakanya, kedua pilihan tersebut juga terdampak pandemi,” sambung LaNyalla.
Alumnus Universitas Brawijaya itu sempat menyinggung mengenai beratnya pukulan yang dialami pelaku usaha UMKM selama pandemi Covid-19 saat memimpin Sidang Bersama DPD RI dan DPR RI pada 16 Agustus lalu. LaNyalla mengatakan, UMKM yang mengandalkan transaksi langsung di pasar terkena imbas pembatasan sosial.
“Sementara marketplace melalui sejumlah Unicorn lebih banyak diisi barang impor dan hanya menjadikan anak bangsa kita sebagai drop shipper atau pedagang barang impor yang membuka toko di marketplace tersebut,” ungkapnya.
LaNyalla juga mengatakan, penting bagi seluruh pihak untuk mengambil hikmah dari pandemi Covid-19 yang dalam sekejap membuat ketahanan bangsa di beberapa sektor menjadi porak-poranda, termasuk ketahanan sektor ekonomi. Padahal di depan mata masih ada ancaman serius bencana Ekologi akibat Perubahan Iklim Global.
“Karena itu kita harus melakukan melakukan koreksi atas kebijakan perekonomian nasional, yang tertuang di dalam Pasal 33 UUD 1945. Di mana sadar atau tidak, sejak Amandemen Konstitusi di era Reformasi yang lalu, dengan dalih efisiensi, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, telah kita serahkan kepada pasar dan swasta,” papar LaNyalla.
Oleh karenanya, Ketua DPD RI meminta dukungan dari GPII agar upaya yang sekarang sedang dilakukan DPD RI untuk mendorong terjadinya Amandemen Konstitusi dapat terwujud sesuai harapan DPD RI. LaNyalla menyebut, rencana Amandemen itu untuk menyempurnakan Amandemen yang telah dilakukan sebelumnya, yakni saat era Reformasi yang lalu.
“Yaitu dengan melakukan koreksi atas Arah Perjalanan Bangsa dan Negara ini, dengan memperhatikan cita-cita para pendiri bangsa yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945," sebutnya.
"Tanpa dukungan dari kelompok civil society tentu akan berat bagi DPD RI untuk memasukkan gagasan fundamental dalam momentum Amandemen Konstitusi,” kata mantan Ketua Umum PSSI tersebut.
LaNyalla meyakini, Amandemen Konstitusi akan mampu merumuskan kedaulatan energi, kemandirian pangan, ketahanan sektor kesehatan, sosial, ekonomi, dan pertahanan keamanan bangsa yang besar ini. Termasuk kesejahteraan dan kemakmuran Daerah di seluruh Indonesia.
“Maka, bangsa ini akan mampu menatap dan menjawab tantangan masa depan yang ditandai dengan perubahan tatanan global dan tata dunia baru pasca Pandemi Covid-19 yang diwarnai dengan era industri otomasi artificial intelligent,” tegas LaNyalla.
Webinar ini turut menghadirkan sejumlah narasumber seperti Deputi IV Kantor Staf Presiden (KSP) Juri Ardiantoro, CEO Agung Logistic Riyano Panjaitan, Direktur Al Mentra Karman BM, serta Ketua Bidang Soskes PB HMI Imam Nasution. Ketua umum GPII Masri Ikoni juga ikut menjadi narasumber dalam webinar. (*)