DPR RI: Fenomena Digitalisasi Sudah Merambah Indonesia
Delegasi DPR RI turut berpartisipasi dalam kegiatan Meeting of the OECD Global Parliamentary Network di Paris, Perancis, Rabu (12/10/2016).
TRIBUNNEWS.COM - Delegasi DPR RI yang terdiri dari Anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR Evita Nursanty (F-PDI Perjuangan) dan Zainudin Amali (F-PG/dapil Jawa Timur) turut berpartisipasi dalam kegiatan Meeting of the OECD Global Parliamentary Network di Paris, Perancis, Rabu (12/10/2016), waktu setempat.
Saat sesi bertema Digitalisation and The Future of Work, Evita, yang juga Anggota Komisi I DPR itu menyampaikan intervensi bahwa fenomena digitalisasi juga sudah merambah di Indonesia.
“Penggunaan teknologi informasi dalam kehidupan manusia semakin memudahkan urusan kita sehari-hari, mulai dari proses transformasi pemesanan transportasi, mengirimkan dokumen, memesan makanan, hingga membersihkan rumah saat ini dapat dilakukan hanya dalam satu aplikasi ponsel pintar (platform),” jelas Evita.
Namun sayangnya, lanjut Evita, Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penggunaan platform online dalam bisnis yang ditekuni lebih dari 30 ribu orang itu.
“Sehingga banyak menimbulkan kebingungan dan masalah terkait hubungan kerja antara pemilik platform dan para penyedia layanan jasa,” kata politisi asal dapil Jawa Tengah itu.
Masih dalam kesempatan yang sama, Delegasi DPR juga telah mendengar lebih jauh pengalaman dari negara-negara lain terkait peraturan perundang-undangan yang mereka buat dalam menjawab fenomena platform online.
Beberapa negara seperti Swedia, Chile, dan Jerman berbagi pengalaman terkait fenomena ini.
Pertemuan yang berlangsung sehari penuh ini membahas lima agenda utama.
Pertama, Digitalisasi dan Masa Depan Pekerjaan (Digitalisation and the Future of Work). Kedua, Pelaksanaan Bisinis yang Bertanggung jawab (Responsible Business Conduct); dan ketiga, Migrasi dan Integrasi (Migration and Integration).
Berikutnya, Regenerasi Demokrasi untuk Era Baru (Regenerating Democracy for a New Age); dan yang terakhir Kebijakan yang Sensitif Gender (Gender-Sensitive Policies).
Diskusi yang dipandu oleh Anthony Gooch, selaku Ketua Global Parliamentary Network dan Direktur Komunikasi serta Urusan Publik OECD, berlangsung hangat dari awal hingga akhir pertemuan.
Di awal pertemuan, Anthony Gooch sempat memaparkan perkembangan terbaru dari OECD Global Parliamentary Network terkait pengumpulan database anggota parlemen yang berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan jaringan ini.
Selain paparan dari para panelis dan pembahas mengenai isu-isu yang ada dalam mata agenda, di tengah pertemuan, delegasi dari parlemen Jepang juga memberikan presentasi mengenai hasil petemuan OECD Global Parliamentary Meeting “on the road” di Tokyo beberapa waktu lalu.
Pertemuan OECD Global Parliamentary Network kali ini merupakan pertemuan kedua yang diadakan pada tahun ini, setelah pertemuan sebelumnya diadakan di Tokyo pada bulan April 2016.
OECD Global Parliamentary Network merupakan sebuah jaringan yang dibentuk oleh OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development) sebagai wadah yang menghubungkan para anggota parlemen dari negara OECD dan negara-negara partner untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman khususnya dalam isu-isu yang menjadi perhatian OECD.
Jaringan ini juga memberikan kesempatan DPR RI untuk memperkuat fungsi diplomasi parlemen khususnya dalam pembahasan isu-isu ekonomi dunia.
Kegiatan yang diselenggarakan di OECD Conference Center, Paris, Perancis ini dihadiri oleh lebih kurang 75 anggota parlemen dari 27 negara anggota OECD maupun negara-negara partner termasuk Indonesia, Tunisia, Kosta Rika dan Algeria. Beragamnya delegasi yang datang menambah kaya perspektif diskusi pada pertemuan tersebut. (Pemberitaan DPR RI)