Isu Embargo Vaksin, Azis Syamsuddin: Percepat Produksi Vaksin Dalam Negeri
Wakil Ketua DPR RI M. Azis Syamsuddin meminta pemerintah mengantisipasi dampak buruk yang kemungknan terjadi.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Angka vaksinasi harian di Indonesia diprediksi akan turun pada periode April 2021. Ini disebabkan adanya rencana embargo dari negara yang memproduksi vaksin.
Melihat potensi ini, Wakil Ketua DPR RI M. Azis Syamsuddin meminta pemerintah mengantisipasi dampak buruk yang kemungknan terjadi.
Pemerintah diharapkan segera melakukan langkah alternatif melalui pengadaan vaksin bagi kebutuhan program vaksin di Indonesia. Agar program vaksinasi tidak terkendala atau terhenti akibat adanya embargo yang dilakukan.
"Isu embargo ini sudah melebar kemana-mana. Informasi yang sampai, jangan dianggap sepele. Maka DPR terus mendorong pemerintah untuk melakukan upaya negosiasi dengan negara produsen vaksin. Ini penting untuk memenuhi kebutuhan vaksin dalam waktu singkat," jelas Azis Syamsuddin dalam keterangan tertulisnya, Rabu (31/3/2021).
Agar program vaksinasi dapat terus berjalan DPR mendesak Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Dinas Kesehatan untuk mengutamakan pemberian vaksin sesuai dengan prioritas yang telah ditetapkan.
"Sehingga meskipun ketersediaan vaksin menipis namun upaya untuk melindungi kelompok rentan dapat tetap berjalan. Mohon kiranya ini, jangan diabaikan," timpal Azis.
Politisi Partai Golkar ini pun mendorong komitmen pemerintah untuk memberikan dukungan pada pengembangan dan percepatan produksi vaksin dalam negeri (Vaksin Nusantara dan Vaksin Merah Putih). Ini mengingat Indonesia tidak bisa hanya bergantung pada vaksin dari luar negeri saja untuk memenuhi kebutuhan program vaksinasi.
Di luar desakan yang disampaikan, Azis juga mengapresiasi Kementerian Kesehatan yang memiliki inisiatif dengan memberikan kebijakan bonus berupa suntikan vaksin COVID-19 kepada seorang remaja atau masyarakat berusia minimal 18 tahun yang mendampingi dua orang lanjut usia (lansia) mendatangi tempat pelayanan vaksinasi.
"Ini bagus. Merangsang kepedulian, kemanusiaan. Satu usia muda di atas 18 tahun membawa dua lansia dia dapat bonus suntik vaksin COVID-19. Kami apresiasi, ide yang baik," tutur Azis.
Menurut Azis, kebijakan tersebut merupakan model baru pelaksanaan vaksinasi dalam upaya mempercepat cakupan vaksinasi bagi kelompok lansia. Pasalnya proses percepatan vaksinasi lansia tahap dua masih relatif lambat. Ini dilihat dari target 21,6 juta jiwa lansia, hingga saat ini baru sekitar 1.560.000 peserta yang telah divaksin.
"Jika kita cermati, angka kepesertaan lansia dalam program vaksinasi COVID-19 masih terkonsentrasi di beberapa kota besar di Indonesia. Misalnya, di Jakarta Pusat sudah 80-an persen dari sasaran, Kota Surakarta 50-an persen, Surabaya mendekati 50 persen, Kepulauan Riau mendekati 50an persen," ungkap Azis.
Sedangkan di 466 kota maupun kabupaten lainnya, sambung Azis angka kepesertaan lansia masih di bawah 25 persen dari total populasi daerah. DPR mengimbau kepada pemerintah daerah untuk mengoptimalkan vaksinasi bagi lansia agar angka kesakitan dan kematian akibat COVID-19 terutama bagi kelompok lansia dapat ditekan.
"Memang ada banyak hambatan yang dihadapi lansia dalam mengakses pelayanan vaksinasi. Salah satunya kesulitan memahami teknologi informasi (TI) hingga masalah transportasi. Ini harus dicarikan jalan keluar," jelas Azis Syamsuddin. (*)