Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

3 Alasan Mengapa Perlu Dibentuk Pansus Evaluasi Penyelenggaraan Haji Menurut Tim Pengawas Haji

Setidaknya ada tiga alasan mengapa perlu dibentuk Pansus Haji. Alasan pertama, banyaknya persoalan yang menyelimuti penyelenggaraan haji 2024.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Dewi Agustina
zoom-in 3 Alasan Mengapa Perlu Dibentuk Pansus Evaluasi Penyelenggaraan Haji Menurut Tim Pengawas Haji
TRIBUNNEWS.COM/ANITA K WARDHANI/MEDIA CENTER HAJI 2024
Kondisi tenda di Mina, Arab Saudi. Tim Pengawas (Timwas) Penyelenggaraan Haji DPR RI, mendesak dibentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk mengevaluasi penyelenggaraan ibadah Haji 2024. Hal ini menyusul timbulnya banyak permasalahan yang dialami jemaah Haji Indonesia saat menunaikan ibadah Haji. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Pengawas (Timwas) Penyelenggaraan Haji DPR RI, mendesak dibentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk mengevaluasi penyelenggaraan ibadah Haji 2024.

Hal ini menyusul timbulnya banyak permasalahan yang dialami jemaah Haji Indonesia saat menunaikan ibadah Haji.

Anggota Timwas Haji DPR RI dari Fraksi PKS Wisnu Wijaya menjelaskan, setidaknya ada tiga alasan mengapa perlu dibentuk Pansus Haji.

Alasan pertama, banyaknya persoalan yang menyelimuti penyelenggaraan haji 2024.

Baca juga: Selalu Padat Saat Puncak Haji Hingga Jemaah Berdesakan, Mungkinkah Tenda di Mina Dibuat Bertingkat?

Pelayanan haji yang buruk meliputi pemondokan, katering, tenda, akses air dan toilet, kesehatan, dan transportasi yang berulang setiap tahun yang tidak hanya mendera jemaah haji reguler, tetapi juga jemaah haji khusus.

"Ironisnya, sebagai penyumbang jumlah jemaah haji terbesar di dunia yang pastinya menguntungkan secara ekonomi bagi Arab Saudi, Pemerintah Indonesia dinilai gagal memanfaatkan aspek tersebut sebagai nilai tawar untuk melakukan diplomasi yang lebih baik sehingga Pemerintah Arab Saudi bisa memberikan layanan yang lebih memadai bagi jemaah kita dibanding negara lain," kata Wisnu dalam keterangannya, Jumat (21/6/2024).

BERITA REKOMENDASI

"Sebagai contoh, Korea dan Jepang sebagai negara minoritas muslim yang tidak banyak menyumbang jemaah haji justru mendapat fasilitas yang jauh lebih baik dalam hal pemondokan misalnya," imbuhnya.

Anggota Komisi VIII DPR RI itu menilai, pemerintah tidak siap dengan kuota haji tambahan dari Pemerintah Arab Saudi.

Hal ini terbukti dengan ketidakmampuan mereka menyediakan fasilitas pelayanan yang sepadan dengan banyaknya jumlah jemaah.

Baca juga: Indonesia Dapat 221 Ribu Kuota Haji untuk Keberangkatan Tahun 2025, Ini Kata Menag

"Temuan di lapangan, misalnya banyak jemaah yang telantar akibat kapasitas tenda-tenda Arafah dan Mina tidak memadai untuk menampung jemaah."

"Ketersediaan antara fasilitas dan jumlah jemaah yang tidak berimbang juga berdampak pada buruknya layanan transportasi, akses air dan toilet," ujarnya.

Alasan kedua, kata Wisnu, karena persoalan penyelenggaraan haji ini kompleks dan melibatkan beberapa lintas kementerian mitra komisi di DPR, seperti Kementerian Agama yang menjadi mitra Komisi VIII, Kementerian Kesehatan mitra Komisi IX serta Kementerian Hukum dan HAM mitra Komisi III.

"Kalau lingkupnya hanya Kementerian Agama saja maka cukup dibentuk Panitia Kerja atau Panja oleh Komisi VIII. Tapi karena melibatkan banyak isu lintas kementerian, maka tidak ada pilihan lain kecuali membentuk Panitia Khusus atau Pansus," ujarnya.

Alasan ketiga perlunya Pansus, menurut Wisnu, karena menguatnya dugaan penyalahgunaan tambahan kuota haji oleh Kementerian Agama.

Hal ini mengindikasikan melanggar Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Baca juga: Kurangi Antrean Haji, Muhammadiyah Usul Saudi Tambah Bangunan Bertingkat di Arafah hingga Mina

Wisnu mengungkapkan rapat Panja terkait penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1445 H/2024 M bersama Menteri Agama pada 27 November 2023 menyepakati kuota haji Indonesia 1445 H/2024 M sebanyak 241.000 jemaah dengan rincian jemaah haji regular sebanyak 221.720 orang dan jemaah haji plus sejumlah 19.280 orang.

"Namun demikian dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VIII DPR bersama Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah pada 20 Mei 2024 terungkap Kementerian Agama menetapkan secara sepihak kuota haji reguler menjadi 213.320 dan kuota haji khusus menjadi 27.680. Dengan kata lain, mengurangi jatah kuota haji reguler sebanyak 8.400 orang karena dialihkan untuk jemaah haji khusus," ucapnya.

Wisnu menilai tindakan sepihak Kemenag tersebut terindikasi melanggar Undang-undang No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah pada Pasal 64 Ayat (2) disebutkan bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen dari kuota haji Indonesia.

Itu artinya, jika total kuota haji kita sebanyak 241.000 orang maka kuota haji khusus seharusnya hanya 19.280 orang.

"Tiga alasan inilah yang menjadikan DPR RI perlu membentuk Pansus untuk mengevaluasi dan memperbaiki penyelenggaraan haji di Indonesia agar lebih baik di waktu yang akan datang. Khususnya, menyangkut keprihatinan kita bersama terkait masa tunggu haji yang sangat lama, yaitu mencapai 40 tahun," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas