Wahai Jamaah Haji... Jangan Rafats Fusuk dan Jidal
Kegembiraan terpancar dari raut muka kebanyakan jamaah haji yang akan melaksanakan wukuf di Arafah 9 Dzulhijjah 1431 H.
Editor: Iswidodo
Langsung dari Mekkah
TRIBUNNEWS.COM- Kegembiraan terpancar dari raut muka kebanyakan jamaah haji yang akan melaksanakan wukuf di Arafah. Inilah penantian sekitar 25 hari sejak keberangkatan saya dari Tanah Air, akhirnya datang juga.
Tentu saja, perasaan gembira dan ketenangan jiwa itu bergantung dari prasangka jamaah atas rangkaian ibadah yang sudah dilakukannya sejak kedatangannya di dua kota haramain, yaitu Madinah dan Mekkah.
Bagi saya, menanti wukuf di Arafah, adalah sebuah perjalanan panjang pencarian diri seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah Azza Wajalla secara totalitas. Ini adalah bentuk sebuah kesempurnaan pengabdian diri seorang hamba secara totalitas atas pengakuan akan kemahabesaran Allah.
Insya Allah, dengan persiapan fisik dan psikologis, seraya berharap akan ampunan dosa, atau dengan kata lain bertaubat kapada Allah SWT. Ya, taubat itu adalah kunci utama dalam menghadapi perjalanan rangkaian rukun ibadah haji. Kemudian, memahami ihrom dari miqot (berniat) dan tidak melakukan perbuatan yang dilarang selama menggunakan pakaian ihrom.
Terkadang persoalannya sangat sepele. Ketika kita berpakaian ihrom, kita masih menyengaja menggunting kuku, mencabut bulu, atau mencabut pohon-pohonan atau rumput-rumputan yang ada di Arafah. Padahal perbuatan tersebut termasuk larangan-larangan setelah memasang niat dengan berihrom.
Terkait hal itu, para Imam Masjidil Haram selalu mengingatkan para jamaah calon haji yang akan melaksanakan wukuf di Arafah serta rangkaian ibadah haji lainnya, untuk tidak melakukan perbuatan terlarang yang dapat merusak ibadah haji. Perbuatan terlarang itu adalah tidak mengucapkan perkataan jorok (rafats), berbuat maksiat (fusuk) dan bertengkar (jidal).
Pesan tersebut disampaikan Imam Syeikh Abdurrahman Assudays dan Imam Syeikh Su'ud Syuraim. Kedua imam dan sekaligus khatib Masjidil Haram tersebut menyampaikannya secara terpisah.
"Jauhilah perkataan kotor, perbuatan maksiat dan pertengkaran ketika melaksanakan ibadah haji," pesan Syuraim sebagaimana dikutip tabloit Annadwah Melayu. Imam Assudais menyampaikan hal tersebut ketika menjadi khatib Jumat kemarin.
"Minta ampunlah kepada Allah, berzikir kepadaNya, bersabar dan tawakal. Jangan rafats, fusuk dan jidal. Insya Allah menjadi haji mabrur. Balasan bagi haji mabrur dijamin oleh Allah masuk ke surga," kata Imam Assudais yang diamini oleh 1,5 juta jemaah haji yang mengikuti salat Jumat di Masjidil Haram.
Pesan kedua imam dan khatib Masjidil Haram tersebut sangat penting dan perlu menjelang pelaksanaan wukuf pada Senin, 15 November atau 9 Zulhijjah 1431 H. Pemahaman dan penghayatan akan pentingnya makna rangkaian pelaksanaan ibadah haji bagi jemaah menjadi modal utama mabrur atau tidaknya haji.
Situasi dan kondisi pelaksanaan ibadah haji sangat memungkinkan jemaah melakukan perkataan kotor, berbuat maksiat dan bertengkar. Betapa tidak. Dalam situasi di tengah terik matahari berkumpul di suatu padang yang luas, berpakaian tak berjahit (ihram) potensi emosi begitu tinggi bila tidak dikelola dengan baik.
Dalam jumlah jutaan manusia, lelaki dan perempuan, yang dikumpulkan dalam satu tempat, hal- hal sepele terkadang dapat membuat diri tergelincir dalam tindakan rafats, fusuk dan jidal. Persoalan tempat berzikir yang beralas tikar atau sajadah, kamar mandi atau toilet terbatas, makanan prasmanan untuk banyaknya rombongan tiap-tiap kloter, tempat istirahat di tenda-tenda, semuanya berpotensi menjadi masalah bila masing-masing jemaah tak dapat menahan diri.
Oleh karena itu, dalam berbagai kesempatan, dalam satu regu, kita sering saling mengingatkan, agar menghindari perbuatan yang terlarang dalam melaksanakan rangkaian ibadah haji. Insya Allah, semua jemaah haji Indonesia menjadi haji mabrur. Tiada daya upaya melainkan hanya pertolongan Allah Azza Wajalla. Amin.
Yang tak kalah pentingnya dalam berhaji adalah melaksanakan sebagaimana syari'at dan tuntunan yang telah diajarkan Nabi Muhammad SAW. Jangan sampai, manasik haji yang kita laksanakan justru bukanlah syari'at dan tuntunan yang telah dicontohkan Nabi Muhammad SAW.
Di sinilah totalitas kebertauhidan kita yang hanya mengakui Allah SWT tempat kita menyembah dan tempat kita meminta pertolongan. Memohon ampunlah kepada Allah SWT dan berdoalah meminta kepada Allah SWT atas apa yang kita inginkan, insya Allah haji mabrur akan diberikan balasannya dari Allah Azza Wajala. (Abd. Rahman Mawazi)