Rekonstruksi Penggeberekan Klub Tari Telanjang di Pengadilan Osaka
Pengadilan di Osaka sampai rinci meminta pemaparan para pelaku terpidana untuk membuktikan kesalahan tidaknya
Editor: Widiyabuana Slay
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo, Jepang
TRIBUNNEWS.COM - Pengadilan di Osaka sampai rinci meminta pemaparan para pelaku terpidana untuk membuktikan kesalahan tidaknya si pelaku. Akibatnya tempat persidangan menjadi tempat nyanyi dari tari supaya bisa rekonstruksi kejadian.
Kasusnya mengenai tari telanjang yang dianggap melanggar hukum dan aturan di dunia entertainment di Jepang. Demikian liputan Tribunnews.com beberapa waktu lalu.
Berawal dari penggerebekan polisi 4 April 2012 ke sebuah klub malam bernama Noon di Osaka. Penari dan delapan staf klub malam itu ditangkap polisi Osaka karena dianggap melanggar perizinan klub malam yang sudah ditentukan (Law Regulating Adult Entertainment Businesses).
Selain perizinan pendirian klub malam, di Jepang juga diatur dan harus didaftarkan jam operasi dan berbagai kegiatan yang akan dilakukan klub malam tersebut.
Masatoshi Kanemitsu, pemilik klub malam tersebut dianggap melanggar perundangan hiburan malam itu terutama mengenai peruntukan lantai dansa di klub malamnya tersebut. Hal ini juga dituliskan majalah minggu Playboy Jepang edisi 9 Desember 2013.
Sidang dilakukan 1 Oktober lalu di pengadilan negeri Osaka. Kanemitsu, para staf dan bahkan tamu serta polisi hadir di pengadilan tersebut untuk bersaksi.
Selama pemeriksaan di pengadilan Kanemitsu diminta untuk menjelaskan kondisi klub malamnya terutama sebelum polisi datang menggerebegnya.
Menurut Kanemitsu, para tamu menari bersama dan bermabuk-mabukan. Begitu gembira semua lekuk badan goyang tangan kaki bergerak semua sambil cekikikan, tambahnya.
Begitu cerianya para penari di lantai dansa, polisi menganggap berbahaya sehingga menghentikan acara dan melakukan penangkapan kepada para staf, "Kelakuan tari mereka sudah kami anggap membahayakan orang lain sehingga kami hentikan, karena termasuk loncat-loncatan pula," ungkap saksi polisi.
Pengacara Kanemitsu, Kenichi Nishikawa, membela diri, "Pandangan polisi jelas sudah sangat kuno. Kalau polisi menganggap mengganggu bersentuhan satu sama lain di lantai dansa, jelas tidak benar karena zaman sudah berubah saat ini. Tetapi kalau semua orang telanjang lalu geletakan di lantai jelas itu tidak benar dan barulah polisi boleh bergerak," tekan sang pengacara.
Sambil tanya jawab para pelaku di lantai dansa diminta merekonstruksi kejadian dengan menyanyi dan berdansa sambil disaksikan oleh hakim pengadilan.
Adu argumentasi dan suasana pengadilan jadi sangat meriah disertai senyum para pelaku. Akhirnya sidang ditutup dan dilanjutkan lagi Maret tahun depan.
Lewat tarian-tarian tersebut, termasuk tarian telanjang menjadi daya tarik klub malam di Jepang di mana keterlibatan Yakuza juga masuk ke dalamnya.
Info lengkap Yakuza silakan baca www.yakuza.in