Perusahaan di Jepang dapat Potongan Pajak bila Pekerjakan mantan Narapidana
Kalau di Jepang hakim tak dicampuri oleh kementerian kehakiman seperti terjadi di Indonesia
Editor: Yudie Thirzano
Laporan Koresponden Tribunnews.com Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Penjara bukanlah tempat siksaan, bukanlah tempat yang menakutkan tetapi tempat pembinaan para residivis. Pemerintah justru harus melakukan pembinaan dengan baik di sana.
Demikian disampaikan Prof. Dr. Mohammad Mahfud M.D.S.H., S.U. kelahiran Madura 13 Mei 1957, khusus kepada Tribunnews.com, Rabu (29/1/2014) pagi ini di Tokyo.
Mahfud menceritakan bahwa kemarin dia bertemu Kunihiko Sakai, Dirjen Penelitian dan Pelatihan Kementerian Kehakiman Jepang. Dalam pertemuan itu mereka bicara mengenai pembangunan hukum serta independensi kehakiman hingga soal pembinaan hakim.
"Kalau di Jepang hakim tak dicampuri oleh kementerian kehakiman seperti terjadi di Indonesia, tetapi hakim langsung di bawah Mahkamah Agung murni," ujar Mahfud.
Dia juga bicara mengenai pembinaan narapidana, "Begitu selesai dilepas ke masyarakat Jepang, maka oleh pemerintah Jepang tetap dibina, kemungkinan besar dicarikan pekerjaan di kantor pemerintah atau di perusahaan swasta di masyarakat," ujarnya.
Hal itu dimungkinkan karena pemerintah menyemdiakan insentif bagi perusahaan Jepang yang menampung narapidana yang sudah selesai masa hukumannya. "Perusahaan tersebut bisa mendapatkan pengurangan pajak dari pemerintah Jepang," kata Mahfud.
Hampir semua narapidana di Jepang kalau sudah keluar sulit diterima atau sulit bekerja di masyarakat, "Oleh karena sulit bekerja dan kesulitan ekonomi, maka banyak yang mencuri kecil-kecilan supaya bisa masuk penjara lagi karena di dalam penjara Jepang tampaknya nyaman," ungkap Mahfud lagi sambil tersenyum.
Jadi pada dasarnya, masuk penjara itu benar-benar di Jepang sebagai pembinaan narapidana sehingga keluar penjara bisa membaur dan kehidupan baru yang jauh lebih baik daripada sebelumnya.