TKW Satinah, 10 Hari Lagi Menanti Maut di Tiang Gantung Saudi
Menit demi menit menunggu datangnya maut tentu bukanlah pengalaman yang mengasyikan. Apalagi di negeri orang, jauh dari sanak famili.
Editor: Dahlan Dahi
TRIBUNNEWS.COM – Nasib baik seperti tak pernah memihak Satinah. Wanita berusia 41 tahun itu ditinggal suaminya ketika dia mencari sesuap nasi dengan menjadi TKI di Arab Saudi.
Kini, Satinah menghitung hari. Pada 3 April 2014 nanti, atau 10 hari dari sekarang, Satinah akan dihukum pancung. Dia seperti tahu kapan ajal akan tiba.
Menit demi menit menunggu datangnya maut tentu bukanlah pengalaman yang mengasyikan. Apalagi di negeri orang, jauh dari sanak famili.
Masih ada cara menyelamatkan Satinah. Dia harus melunasi diyat (tebusan) Rp 21 miliar.
Uang teramat banyak bagi Satinah, warga Dusun Mrunten, Desa Kalisidi, Ungaran Barat, Jawa Tengah. Dia jelas tidak sanggup membayar tebusan begitu banyak.
Para politisi sedang menggelar kampanye dan mengumbar janji. Tak ada sepotong janji pun untuk Satinah. Dia hanya punya satu suara.
Untungnya, ada yang peduli pada nasib Satinah. Kepedulian yang sangat berharga, tapi –tentu saja—tidaklah gampang mengumpulkan uang Rp 21 miliar dalam waktu yang pendek ini.
Di antara sedikit pihak yang peduli itu adalah Pemerintah Kabupaten Semarang. Sekretaris Daerah, Budi Kristiono, mencoba menggalang dana. Dia mulai dari PNS di kota itu.
Layaknya pemerintah, penggalangan dukungan dana disampaikan lewat instruksi.
"Suratnya kami kirim ke semua kepala dinas. Dana yang terkumpul akan kami salurkan melalui rekening pemerintah provinsi," kata Budi, Senin (24/3/2014), seperti dilansir Tribun Jateng (TRIBUNnews.com Network).
Selain dari kalangan PNS, pemkab juga menggandeng Asosiansi Pengusaha Indonesia (Apindo) setempat.
Dari Apindo, muncul harapan agar buruh di sana ikut bergerak.
Koin demi koin akan sangat berharga –demi Rp 21 miliar, demi menyelamatkan nyawa Satinah.
“Apapun Satinah ini adalah saudara kita," kata Budi.