Pemerintah Amerika Serikat Meyakini Separatis Ukraina tak Sengaja Tembak MH17
kaum separatis pro-Rusia kemungkinan besar menembak jatuh pesawat penumpang Malaysia Airlines karena sebuah kesalahan.
Editor: Rachmat Hidayat
Pihak AS mengatakan, kesimpulan tersebut didukung baik oleh informasi intelijen yang tidak disebutkan secara jelas dan berdasarkan posting-an luas di media sosial baik oleh kaum separatis maupun Pemerintah Ukraina.
Para pejabat intelijen itu mengatakan pada Selasa bahwa mereka punya sejumlah laporan tentang selusin pesawat yang ditembak dari daerah yang kuasai kaum separatis selama dua bulan pertempuran antara pasukan Pemerintah Ukraina dan pemberontak.
Dua di antara pesawat itu adalah pesawat angkut besar. Salah seorang pejabat itu mengatakan, hingga pesawat Malaysia Airlines itu ditembak, kebanyakan pesawat yang menjadi sasaran terbang di ketinggian rendah.
Para pejabat itu mengatakan, AS tidak tahu bahwa kaum separatis memiliki sistem rudal SA-11. Mereka baru tahu tentang itu setelah pesawat Malaysia Airlines itu ditembak.
Para pemimpin separatis membantah mereka telah menembak jatuh pesawat itu, dan Rusia membantah terlibat dalam insiden tersebut. Rusia justru menyatakan bahwa Pemerintah Ukraina yang harus disalahkan atas tragedi itu.
Para pejabat intelijen senior itu mengatakan, mereka memutuskan untuk memberi keterangan kepada wartawan tentang hal itu, sebagian untuk melawan apa yang mereka sebut sebagai propaganda menyesatkan dari Rusia dan media yang dikontrol pemerintah atas insiden tersebut.
Mereka mengatakan, tuduhan bahwa pesawat Boeing 777 itu melakukan tindakan mengelak di udara, mirip dengan bagaimana sebuah pesawat militer bermanuver, tidak berdasar dan merupakan tuduhan klasik yang menyalahkan korban.
Klaim bahwa Pemerintah Ukraina menembak jatuh pesawat itu juga dinilai tidak realistis karena Kiev tidak memiliki sistem rudal itu di daerah tersebut, yang jelas-jelas berada di bawah kendali pemberontak.
Skenario itu berarti pasukan Pemerintah Ukraina harus bertarung untuk mencapai daerah tersebut, lalu menembak pesawat penumpang, dan berperang lagi untuk keluar dari sana, kata pejabat itu. "Hal itu jelas bukan skenario yang masuk akal buat saya," kata pejabat tersebut.