Kisah Kekejian Kamp Konsentrasi Nazi Auschwitz
kekejaman yang diterima para korban selamat teror kamar gas penjara Nazi di Auschwitz, masih membekas dalam ingatan mereka.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meskipun sudah 70 tahun berlalu, kekejaman yang diterima para korban selamat teror kamar gas penjara Nazi di Auschwitz, masih membekas dalam ingatan mereka.
Sam Pivnik, seorang dari mereka mengaku masih mengingat ketika ia harus mencium sepatu perwira Schutzstaffel (SS) dan juga dokter di kamp konsentrasi Auschwitz, yang dikenal dengan julukan Malaikat Maut, Josef Mengele, agar bisa selamat dari kamar kematian tersebut.
Ia masih berusia 14 tahun ketika ia ditangkap oleh pasukan Nazi, dari lingkungan mayoritas etnis Yahudi di Bedzin, Polandia barat, bersama dengan keluarganya. Mereka dibiarkan hidup selama lima setengah bulan sebelum dikirim menemui kematian.
"Mengele mengenakan jas putih dan berjalan berkeliling, saya gemetar ketakutan," ujar Pivnik, seperti dikutip dari Dailymail, Senin (19/1/2015).
"Kita semua tahu, siapa pun yang tidak mampu untuk berdiri dari tempat tidur mereka akan dikirim ke kamar gas. Dia datang kepada saya dan jarinya menunjuk ke kiri, yaitu kamar gas," lanjutnya.
"Saya menangis dan melemparkan diri saya ke kakinya. Saya bahkan mencium sepatunya. Mengele benci disentuh oleh orang-orang Yahudi dan saya bisa menghadapi peluru untuk itu. Sampai hari ini saya tidak tahu mengapa, tapi dia pindah. Kemudian saya diberitahu saya bisa tinggal."
Pivnik dibebaskan dari kamp konsentrasi pada Mei 1945 setelah selamat dan melarikan diri dari kapal yang tenggelam.
Auschwitz merupakan kamp konsentrasi dengan pembunuhan massal terbesar dalam sejarah, dimana diperkirakan sekitar 1,1 juta orang tewas dibunuh di dalam kamp termasuk orang-orang Yahudi, gipsi dan orang cacat.
Para tahanan harus berdiri telanjang di depan tentara SS yang sering kali memutuskan siapa yang mati di kamar gas dan siapa yang akan diselamatkan hidupnya.
Terletak di selatan Polandia, Auschwitz awalnya digunakan sebagai penjara bagi tahanan politik. Dalam perkembangannya, Auschwitz menjadi kamp konsentrasi di mana orang-orang Yahudi dan musuh dari Nazi dibumihanguskan, dalam kamar gas. Bagi mereka yang beruntung, mereka akan dipekerjakan sebagai budak.
Beberapa tahanan juga menjadi kelinci percobaan medis yang barbar yang dipimpin oleh Mengele, termasuk ketika ia mencoba untuk menciptakan kembar siam dengan menyatukan pembuluh darah dan organ tubuh dari dua saudara perempuan.
Korban selamat lainnya, Edith Baneth teringat saat dia tiba di kamp kematian setelah perjalanan menggunakan kereta selama tiga hari. Selama berada di sana, ia hanya dibekali satu ember yang diperuntukan membuang kotorannya.
"Kami masih belum tahu apa yang dimaksud Auschwitz. Tiba-tiba pintu-pintu ini terbuka dan teriakan, raus, raus dan anjing-anjing menggonggong, rumah sakit jiwa yang mutlak. Itu kebijakan mereka, untuk menakut-nakuti anda, untuk membuat anda sangat terkejut anda tidak bisa berpikir jernih, seperti binatang yang digiring," katanya.
"Kau hanya berjalan dan melakukan apa pun yang diperintahkan untuk melakukan. Mereka menempatkan kami di dalam truk, begitu [hidup] Saya tidak pernah melupakan momen ini," lanjutnya.