Kejadian Langka, Polisi Jepang Gerebek Tempat Usaha Mandi Sabun
Belum lama ini polisi menggerebek soapland kelas atas bernama Grand Opera di Fukuoka, karena dianggap melanggar UU Anti Prostitusi.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Soapland atau mandi sabun, tamu telanjang dimandikan wanita yang juga telanjang, bukanlah barang baru di Jepang. Sudah ada sejak tahun 1951 muncul di Higashi Ginza Tokyo Jepang meniru gaya mandi di Turki.
Apa yang terjadi di dalam kamar mandi itu, tentu bisa dibayangkan dan di Jepang dilegalkan. Namun kalau sampai digerebek polisi, dikatakan melanggar UU Anti Prostitusi, ini baru berita, karena langka terjadi.
"Belum lama ini polisi menggerebek soapland kelas atas bernama Grand Opera di Fukuoka, karena dianggap melanggar UU Anti Prostitusi memberikan pelayanan full sampai hubungan seks," kata sumber Tribunnews.com, Senin (25/5/2015).
Soapland Grand Opera di Nakasu Hakata Fukuoka tersebut memang terkenal sebagai tempat mandi sabun kelas atas karena wanita yang memandikan sangat cantik, seksi dan sangat luar biasa pelayanannya. Bayarannya pun juga bagus, untuk 110 menit paling murah 60.000 yen atau sekitar Rp 6,8 juta.
Pelayanan penuh tersebut, termasuk hubungan seks, di mana pun soapland berada di Jepang sudah pasti, dan menjadi rahasia umum, terjadi di dalam kamar mandi tersebut. Dan ini bukan hal aneh.
Namun kejadian minggu lalu dengan penggerebekan di soaplad kelas atas itu justru membuat kejutan tersendiri bagi dunia soapland di Jepang. Ada apa gerangan sehingga polisi melakukan penggerebekan?
Menurut UU Anti prostitusi, larangan terjadi kalau salah satu pihak tidak mengenal lawannya dalam berhubungan seks. Dalam hal soapland, terapis jelas akan melakukan sosialisasi mendalam, ajak bicara tamu, mengenal tamu dengan baik, dan berakhir dengan hubungan seks. Sulit kalau dikatakan menjadi tidak mengenal satu sama lain kalau telah melakukan hal demikian.
Adu argumentasi demikianlah yang selalu ribut antara pemilik toko soapland dengan pihak kepolisian. Sudah pasti bayar masuk toko dan memang pelayanan demikian, semua orang sudah mengetahuinya, kencan bersama, komunikasi bersama, tidak mungkin kalau tidak kenal, tak mungkin kalau dipaksa atau terpaksa. Sedangkan polisi berargumentasi walaupun bayar bisa saja tidak kenal. Akhirnya menjadi satu diskusi yang tak ada habisnya.
Polisi menahan sang manajer, Yugo Ikuta (44) serta lima karyawannya. Grand Opera dikelola oleh Nagoya Pleasure Group yang juga punya cabang di Nagoya dan sempat pula digerebek polisi tahun lalu.
Sumber Tribunnews.com mengungkapkan bahwa penyebab penggerebekan itu beraneka ragam. Salah satunya karena mencari uang lewat kerja soapland cepat dapat banyak uang.
Hal ini banyak dilakukan para wanita yang suaminya mungkin terlibat banyak utang sehingga tak bisa bayar, lalu istrinya jual diri menjadi PSK di soapland yang cepat menghasilkan banyak uang.
Menjadi masalah ada dua hal. Apabila sang wanita berhenti, toko soapland ada yang tidak rela maka mengancam memberitahu orangtuanya kalau dia bekerja sebagai PSK di soapland maka hal ini akan merusak nama keluarganya. Sehingga wanita tidak bisa berhenti dari soapland, menyampaikan keluhan ke polisi. Dalam hal ini polisi dapat mengambil tindakan dengan tuduhan ancaman terhadap seseorang.
Hal kedua penggerebekan tersebut adalah terciumnya uang mengalir ke kelompok mafia Jepang, Yakuza, yang jelas dilarang keras menurut UU Anti Yakuza yang diimplementasikan penuh sejak Oktober 2012.
Oleh karena itu polisi saat ini sedang mengusut adanya kemungkinan uang soapland kelas atas itu apakah mengalir ke kelompok Yakuza. Kalau terbukti maka toko dan bahkan grup usaha itu dapat ditutup pihak kepolisian.
Info lengkap Yakuza dapat dibaca di www.yakuza.in.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.