Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Bentuk Konflik Baru Antarwarga Palestina Vs Israel: Saling Serang Pakai Pisau !

Bentuk kekerasan baru yang menonjol sekarang adalah saling serang antara warga Israel dan Palestina dengan menggunakan pisau. Mengerikan!

Editor: Agung Budi Santoso
zoom-in Bentuk Konflik Baru Antarwarga Palestina Vs Israel: Saling Serang Pakai Pisau !
Harian Warta Kota/Henry Lopulalan
DEMO DUKUNG PALESTINA - Ratusan massa yang mengatasnamakan Solidaritas Muslimin Indonesia untuk Al-Quds berdemo di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (10/7/2015). Aksi damai tersebut untuk memperingati hari Al Quds Internasional sebagai bentuk dukungan untuk kemerdekaan rakyat Palestina. Warta Kota/henry lopualan 

TRIBUNNEWS.COM - Kekerasan yang terjadi cukup luas antara Israel dan Palestina di Tepi Barat dan Jerusalem timur selama hampir satu bulan ini menunjukkan, peta konflik Israel-Palestina memasuki era baru.

Hal ini berlangsung seiring dengan perubahan konstelasi konflik politik secara umum di Timur Tengah.

Kini, inisiatif dan mekanisme konflik di lapangan tidak sepenuhnya berada di tangan Pemerintah Israel dan otoritas Palestina, tetapi lebih dikendalikan oleh individu atau kelompok kecil dari tiap-tiap pihak, Israel dan Palestina.

Bentuk kekerasan baru yang menonjol sekarang adalah saling serang antara warga Israel dan Palestina dengan menggunakan pisau.

Ada sedikitnya 24 kasus penusukan yang dilakukan oleh warga Palestina terhadap warga Yahudi sejak November 2014 hingga Oktober 2015.

Pada Jumat (9/10), warga Palestina menusuk warga Israel di beberapa kota, antara lain di Tel Aviv, Jerusalem, dan Hebron.

Sebaliknya, empat warga Palestina dilaporkan mengalami luka-luka akibat tusukan pisau yang dilakukan warga Yahudi di sejumlah kota.

Berita Rekomendasi

Dalam konteks itu, ekstremis Yahudi, khususnya penghuni permukiman Yahudi di Jerusalem timur dan Tepi Barat, memegang inisiatif terbesar dalam konflik Israel-Palestina beberapa waktu terakhir.

Akhir Juli lalu, bayi Palestina berusia 18 bulan, Ali Dawabshah, meninggal akibat aksi kaum ekstremis Yahudi yang melempar bom api ke rumah keluarga Dawabshah di Duma, Tepi Barat.

Kematian bayi Ali itu menjadi awal bola salju kekerasan yang terus menggelinding hingga sekarang.

Dengan cakupan wilayah terjadinya kekerasan yang cukup luas dan aksi saling serang yang telah berlangsung cukup lama, yakni sejak akhir Juli, kekerasan saat ini sudah mengarah ke intifada III.

Intifada kali ini tidak memiliki pemimpin yang memberi komando.

Intifada III berbeda dengan intifada II pada 2000 yang dikendalikan pemimpin Palestina saat itu, Yasser Arafat.

Adapun intifada I yang meletus pada 1987 juga dipimpin tokoh kuat Palestina saat itu, Abu Jihad, yang kemudian dibunuh Israel di Tunisia pada 1988.

Tewasnya bayi Ali juga memperlihatkan fenomena semakin tumbuh dan berkembangnya gerakan ekstremis Yahudi di Israel.

Fenomena ini terjadi di semua lapisan masyarakat di Israel di tengah ketidakberdayaan pemerintahan Israel yang dipimpin PM Benjamin Netanyahu menghadapi fenomena ekstremis Yahudi itu.

Bahkan, kini di Israel muncul istilah "NIIS Yahudi". Istilah ini merujuk pada sikap ekstrem yang mulai merajalela di tengah masyarakat Israel, sama seperti sikap ekstrem kelompok NIIS (Negara Islam di Irak dan Suriah).

Ada kelompok ekstremis Yahudi yang memaksa toko-toko tutup pada hari Sabtu yang merupakan hari libur bagi kaum Yahudi. Mereka juga menyerang kendaraan yang melintas pada Sabtu karena dianggap tidak menghormati hari libur Yahudi.

Ada pula kelompok ekstremis Yahudi yang hanya mau belajar dari kitab Taurat (kitab suci Yahudi) dan menolak belajar ilmu modern. Muncul juga kaum ekstremis perempuan Yahudi yang menutup seluruh tubuhnya, kecuali kedua telapak tangannya.

Pemerintahan PM Netanyahu terpaksa bermain mata dengan kaum ekstremis Yahudi, mengingat koalisi pemerintahannya berintikan partai kanan dan berbasis agama, seperti Partai Shas, Jewish Home, dan United Torah Judaism.

Tidak mengherankan, Netanyahu pun menginstruksikan petugas keamanan mengawal ekstremis Yahudi yang ingin mendobrak kompleks Masjid Al Aqsa saat berlangsungnya hari raya Yahudi belum lama ini. Warga Palestina, khususnya di kota Jerusalem timur, yang menyaksikan langsung aksi ekstremis Yahudi di Al Aqsa mencoba melawan.

Di tengah situasi tersebut, warga Palestina merasa sendirian. Otoritas Palestina sudah tidak memiliki nyali lagi untuk memegang komando gerakan perlawanan Palestina di lapangan.

Posisi politik Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas kini sangat lemah karena buntunya proses perdamaian Israel-Palestina.

Keberadaan dan pengaruh kelompok Hamas, yang sering mengumandangkan perlawanan terhadap Israel, sangat terbatas di wilayah Tepi Barat dan Jerusalem timur. Bahkan, di Jalur Gaza pun, Hamas sudah tidak sekuat dulu.

Mereka ditekan oleh Mesir setelah penggulingan Presiden Muhammad Mursi pada 3 Juli 2013.

Negara-negara Arab kini juga sedang tidak menjadikan isu Palestina sebagai prioritas. Mereka lebih sibuk menghadapi ekspansi pengaruh Iran dan intervensi militer Rusia di Suriah.

Hal itu merupakan kenyataan pahit yang sekarang harus dihadapi rakyat Palestina, di tengah kaum ekstremis Yahudi yang merasa semakin kuat. Kondisi ini membuat solusi dua negara (two-state solution) terasa kian jauh dan ibarat mimpi saja.

(MUSTHAFA ABD RAHMAN)

Sumber: KOMPAS
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas