Profesor Jepang: Kalau Bekerja Benar Tak Akan Kena Kutukan
Sungai Sepik berada di perbatasan antara Indonesia dan Papua.
Editor: Johnson Simanjuntak
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Apabila kita melakukan kerja dan kehidupan dengan benar dan lurus di dalam kehidupan kita berbuat baik, maka tak akan kena kutukan atau karma apa pun dari roh jahat dan lainnya.
Hal itu ternyata dipercaya kuat oleh seorang profesor Jepang, Guru Besar Universitas Mie Fakultas Humaniora, Asia Tenggara dan Oseania dari antropologi budaya, Profesor Masao Ishii (65).
"Memang saya juga percaya akan kutukan tersebut. Tetapi kutukan hanya berlaku bagi orang yang jahat, mencuri dan sebagainya," papar Ishii khusus kepada Tribunnews.com pagi ini, Selasa (15/12/2015).
Profesor yang telah pensiun ini sampai detik ini (15/12/2015) belum juga menerima kabar mengenai patungnya yang dibeli dari daerah sungai Sepik (perbatasan Indonesia) Papua tahun 2009.
Sungai Sepik berada di perbatasan antara Indonesia dan Papua.
"Tak ada kabar yang baru, patung saya belum ditemukan belum dapat kabar dari mana pun mengenai kabar saya walaupun telah dilaporkan ke polisi," katanyai.
Saat penelitian ke Papua, karena profesor juga peneliti khusus Asia Tenggara dan Oseania, diakuinya membeli beberapa barang dari sana.
"Saat saya membeli barang-barang di sana memang diberitahu ada rohnya bisa kena kutuk kalau kita berbuat jahat dan saya percaya pula akan hal tersebut. Pada hakekatnya kita janganlah berbuat jahat terhadap sesama. Saya juga beli dengan baik, bayar dengan baik, lalu saya bawa pulang ke Jepang dengan baik pula," ujarnya.
Jadi tampaknya sang profesor tidak hanya membeli patung yang hilang itu saja tetapi beberapa patung dan buatan kerajinan tradisional Papua juga dibelinya saat penelitian di masa lampau itu di Papua.
Patung itu hilang, 25 November 2009 antara pukul 17.00 hingga 19.00.
Kemudian Ishii, yang melihat patungnya sudah tidak ada, langsung ke kantor polisi dan membuat surat kehilangan serta membuat surat selebaran agar masyarakat bersama-sama mencarinya kembali.
Patung itu diletakkan di pintu masuk laboratoriumnya di sekolahnya di Universitas Mie Jepang.
"Orang asing juga ada di dalam universitas tersebut. Saya tak tahu siapa pencurinya, apakah orang Jepang atau orang non Jepang," katanya.