Kisah Ketua Komisi Dakwah MUI Menjelajah Masjid di Jepang
Beberapa hari ini, Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis berada di Tokyo.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
Berdasarkan data statistik, sekitar 80% dari jumlah penduduk Jepang penganut Shinto. Sedangkan penduduk muslim di jepang hanya 0,095% terdiri dari para pelajar dan berbagai jenis pekerjaan di kota-kota besar.
Masjid Tertua
Masjid Muslim Kobe adalah masjid pertama di Jepang yang pembangunannya didanai oleh sumbangan dari Komite Islam Kobe sejak tahun 1928 dan diresmikan pada tahun 1935. Masjid ini terletak di distrik Kitano, Kobe.
Arsitektur mesjid ini dibangun dalam gaya Turki tradisional oleh arsitek Ceko Jan Josef Švagr (1885-1969), seorang arsitek yang juga membangun sejumlah bangunan peribadatan Barat di seluruh Jepang. Masjid ini pernah ditutup oleh Angkatan Laut Kekaisaran Jepang pada tahun 1943, tetapi sekarang sudah aktif dipakai kembali sebagai masjid.
Karena jelasnya, memiliki ruang bawah tanah dan struktur bangunan yang kuat, masjid ini selamat dari bencana gempa bumi besar Hanshin pada tahun 1995.
Ada juga masjid terbesar di pusat kota, yaitu Tokyo Camii. Masjid ini dibangun dengan gaya Ottoman bernuansa modern yang mengesankan. Arsitekturnya mirip dengan Masjid Biru yang tersohor di Istambul karena material Masjid Camii memang didatangkan langsung dari Turki.
Sekitar seratus pengrajin Turki bekerja selama satu tahun untuk membangun lantai dua masjid sedangkan pusat budaya terletak di lantai bawah. Bangunan ini adalah sebuah karya seni yang mempunyai pesona menakjubkan sebagai tempat suci.
Masjid Indonesia
Lebih lanjut dia menuturkan, umat muslim Indonesia yang tinggal di Tokyo baru memulai membangun masjid sebagai sarana ibada umat muslim Indonesia yang jumlahnya sekitar tiga puluh ribu orang di Jepang dan sekitar sepuluh ribu tinggal di Tokyo.
Selama ini kegiatan sosial keagamaan warga Indonesia di Tokyo dilakukan di Balai Indonesia yang tak banyak menampung jema’ah. Bahkan saat shalat Iedul Fitri atau Iedul Adha pun dilakukan dengan dua gelombang.
"Iedul Fitri tahun 1437 H ini saya menjadi Imam dan Khatib di gelombang pertama," ujarnya.
Pembangunan Masjid Indonesia Tokyo sejak lama direncanakan. Namun baru dapat direalisasikan mulai tahun lalu dan mulai peletakan batu pertama pertanda mulai dibangunnya masjid pada bulan Ramadhan 1437 H ini.
Desain bangunan dan proses izin mendirikan bangunan memakan waktu satu tahun. Desain banguna harus tidak mengganggu tetangga, baik dari aspek desain atau jarak antar bangunan. Bangunan harus ada jarak agar tidak sulit untuk mengatasi jika terjadi kecelakaan atau kebakaran.
Saat dilakukan pembangunan pun akan dikontrol tiga kali oleh pihak berwenang untuk memastikan keseusaian pembangunan dengan desainnya.
Masjid Indonesia Tokyo akan dibangun di atas tanah seluas dua ratus meter milik Pemerintah Indonesia dan berlantai tiga. Masjid ini akan akan menampung sekitar delapan ratus Jemaah. Dan, jika diapakian dengan halamannya akan bisa menampung seribu lebih Jemaah shalat.