Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Ketua Komisi Dakwah MUI Menjelajah Masjid di Jepang

Beberapa hari ini, Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis berada di Tokyo.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Kisah Ketua Komisi Dakwah MUI Menjelajah Masjid di Jepang
Tribunnews.com/Srihandriatmo Malau
Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beberapa hari ini, Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis berada di Tokyo.

Selama di sana, dia tak pernah mendengar suara azan melalui pengeras suara di tempat umum.

Maklum, Pemerintah Jepang tidak memiliki masjid resmi milik negara, disamping itu juga orang Jepang paling tidak suka dengan suara keras dan berisik.

Tak segan-segan orang Jepang melaporkan tetangganya kepada Polisi karena suara gaduh atau suara anak yang berisik.

Bahkan jalanan tol yang berpotensi bising dengan suara kendaraan diberi benteng kedap suara.

Masyarakat Jepang senang hidup dalam suasana sepi dan hening.

Azan di Masjid warga muslim asing dan beberapa musalla hanya didengar oleh yang di dalam masjid dan tak terdengar di luarnya.

Berita Rekomendasi

Hal ini demi menjaga suasan nyaman bertetangga.

Maklum, kata Cholil, masyarakat Jepang mayoritas non muslim sehingga merasa asing dengan suara azan.

Islam di Jepang biasanya dianut oleh orang Turki, Arab, Melayu, dan Indonesia yang melakukan studi atau bekerja di Jepaang.

Hubungan Islam dengan Jepang masih terbilang belia jika dibandingkan dengan negara-negara yang lain di seluruh dunia. Hubungan antara agama Islam dengan Jepang hanya diketahui dari hubungan tersembunyi antara penduduk-penduduk Jepang dengan orang-orang Muslim dari negara lain sebelum tahun 1868.

Agama Islam diketahui untuk pertama kali oleh penduduk Jepang pada tahun 1877 sebagai pemikiran agama, dan pada sekitar tahun itu, kehidupan Nabi Muhammad diterjemahkan dalam bahasa Jepang.

Dua orang Jepang Muslim pertama yang diketahui ialah Mitsutaro Takaoka yang memeluk Islam pada tahun 1909 dan mengganti nama Omar Yamaoka setelah menunaikan haji. Dan Bumpachiro Ariga yang pada tahun yang sama pergi ke India untuk berdagang yang kemudian memeluk Islam.

"Sampai sekarang populasi umat muslim tidak banyak di Jepang," jelasnya kepada Tribun, Selasa (5/7/2016).

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas