Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kekecewaaan Sekjen PBB Jelang Lengser: 'Banyak Pemimpin Negara yang Serakah'

Salah satunya adalah soal Bangsa Suriah yang nasibnya, menurut Ki-moon disandera oleh satu orang, yakni Presiden Bashar al Assad.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Kekecewaaan Sekjen PBB Jelang Lengser: 'Banyak Pemimpin Negara yang Serakah'
(AP)
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Ban Ki-moon. 

TRIBUNNEWS.COM -- Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Ban Ki Moon mengaku kecewa dengan banyak pemimpin dunia yang lebih peduli dengan kekuasaan daripada meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Salah satunya adalah soal Bangsa Suriah yang nasibnya, menurut Ki-moon disandera oleh satu orang, yakni Presiden Bashar al-Assad.

Mendekati akhir masa jabatan 10 tahun di PBB, Ki-moon berbicara terus terang mengenai kondisi dunia, keberhasilan, kegagalan dan rasa frustrasinya. Demikian dilansir AP.

Selama ini, Ki-moon telah menjadi representasi PBB, namun secara privat para pemimpin melihat sisi yang sangat berbeda dan lebih keras dari dirinya.

"Orang-orang mengatakan saya diam selama ini, dan saya tidak berbicara mengenai hak asasi manusia," kata Ki-moon.

"Tapi saya telah berbicara lebih banyak dibandingkan pemimpin barat mana pun, yang 'sangat hati-hati'," ujar dia.

"Anda belum melihat orang-orang berbicara tanpa rasa takut seperti saya," tegas dia.

Berita Rekomendasi

Ki-moon juga mengemukakan rasa frustrasinya mengenai cara PBB beroperasi.

Ia mengatakan tidak realistis untuk mengharapkan Sekretaris Jenderal sebagai orang yang sangat berkuasa. Sebab, para anggota badan dunia yang membuat keputusan.

Dan, pemimpin PBB menjalankannya, bukan mengimplementasikan inisiatif dan kebijakan mereka sendiri.

PBB bisa jauh lebih efisien dan efektif jika ada "proses pembuatan keputusan yang masuk akal" -- bukannya proses yang memerlukan konsensus mengenai banyak isu di Majelis Umum dan pernyataan Dewan Keamanan.

Hal itu membuat satu negara memiliki kekuatan untuk menghambat sesuatu yang disepakati semua negara lain, atau mengurangi substansinya.

"Apakah itu adil? Apakah itu masuk akal di abad 21 ini ketika ada 193 negara anggota?" ujar Ki-moon.

Ki-moon mengatakan, para negara anggota memiliki kekuatan untuk mengubah persyaratan konsensus dengan mudah dan cepat.

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas