Kekejaman Duterte Saat Jadi Wali Kota Diungkap, Salah Satu Korban Dijadikan Mangsa Buaya
Duterte disebut memerintahkan dia dan beberapa anggota lainnya untuk membunuh pelaku kriminal, anggota geng, dan lawan politik
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, MANILA -- Kepemimpinan Rodrigo Duterte sebagai Presiden Filipina kembali diguncang kabar miring.
Setelah ramai perdebatan dan bahkan protes menyusul kebijakan "hukuman mati" bagi orang yang terlibat narkoba, kini muncul kesaksian yang tak kalah mengerikan.
Seorang mantan anggota milisi Filipina memberikan kesaksian.
Duterte disebut memerintahkan dia dan beberapa anggota lainnya untuk membunuh pelaku kriminal, anggota geng, dan lawan politik kala masih menjabat sebagai Wali Kota Davao.
Kesaksian ini disampaikan di hadapan sidang senat Filipina, Kamis (15/9/2016), seperti diberitakan Associated Press.
Saksi bernama Edgar Matobato itu menyebutkan, perintah pembunuhan yang diberikan Duterte telah mengakibatkan setidaknya 1.000 orang tewas.
Lelaki 57 tahun itu pun mengaku mengambil bagian dalam penculikan dan pembunuhan 50 orang. Jumlah itu termasuk satu orang dijadikan mangsa buaya di Kota Davao tahun 2007 silam.
Sidang komite senat ini dipimpin oleh Senator Leila de Lima. Lima adalah seorang tokoh yang gigih melakukan kampanye melawan kebijakan anti-narkoba Duterte.
Seperti yang telah diberitakan, kebijakan Presiden Duterte telah mengakibatkan lebih dari 3.000 orang yang dicurigai sebagai pengguna maupun pengedar narkoba tewas.
Sebelumnya, Duterte menuduh De Lima terlibat dalam perdagangan obat terlarang. Perempuan itu dituduh mempunyai sopir pribadi yang bertugas mengambil setoran dari para bandar narkoba.
Sidang senat hari ini sempat dihentikan sementara. Para senator mengambil waktu untuk membahas pola perlindungan bagi Matobato setelah kesaksian yang dipaparkannya.
"Tugas kami adalah untuk membunuh penjahat seperti obat bius, pemerkosa," kata Matobato yang bertutur di bawah sumpah.
Dia pun menyebutkan, tak semua korban yang dibunuh adalah pelaku kriminal, tetapi lawan politik Duterte dan salah satu putranya di Davao.
Juru bicara kepresidenan Martin Andanar menolak tuduhan tersebut.