Taiwan Akan Legalkan Pernikahan Gay, Pertama di Asia
Hal itu dapat berubah tak lama lagi karena Taiwan sepertinya akan menjadi tempat pertama di Asia yang melegalkan pernikahan sesama jenis.
Editor: Hasanudin Aco
"Sekitar 80 persen warga Taiwan yang berusia antara 20 dan 29 tahun mendukung pernikahan sesama jenis."
TRIBUNNEWS.COM, TAIPEI - Su Shan dan pasangannya membesarkan bayi kembar berusia lima bulan bersama, namun hanya satu dari kedua perempuan itu yang merupakan orangtua sah.
Hal itu dapat berubah tak lama lagi karena Taiwan sepertinya akan menjadi tempat pertama di Asia yang melegalkan pernikahan sesama jenis.
"Jika sesuatu terjadi pada anak ini, pasangan saya tidak lebih dari orang asing," ujar Su, insinyur peranti lunak berusia 35 tahun di Taipei.
Dalam pernikahan yang diakui secara legal, masing-masing pihak memiliki keputusan legal, medis dan pendidikan yang sah, ujarnya.
Para anggota legislatif di Taiwan saat ini sedang membahas tiga rancangan undang-undang untuk mendukung persamaan pernikahan, salah satunya sudah terdaftar untuk kajian dan dapat disahkan dalam beberapa bulan.
Pernikahan sesama jenis juga mendapat dukungan dari Presiden Tsai Ing-wen, kepala negara perempuan pertama di Taiwan.
Sekitar 80 persen warga Taiwan yang berusia antara 20 dan 29 tahun mendukung pernikahan sesama jenis, ujar Tseng Yen-jung, juru bicara kelompok Advokasi Hak-hak Keluarga LGBT Taiwan, mengutip studi-studi universitas lokal.
Media Taiwan, United Daily News, menemukn dalam sebuah survei yang dilakukan empat tahun lalu bahwa 55 persen publik mendukung pernikahan sesama jenis, dengan 37 persennya menolak.
Hal itu dilihat sebagai refleksi dari penerimaan Taiwan terhadap demokrasi multi-partai dan perilaku inklusif lainnya, serta fakta bahwa sebagian besar dari 23 juta penduduk Taiwan menganut Buddhisme dan agama China tradisional yang tidak memiliki posisi kuat melawan orientasi seksual atau pernikahan gay.
Hubungan gay dan lesbian mulai mendapat penerimaan secara luas pada tahun 1990an, berkat gerakan feminis yang sudah mapan, ujar Jens Damm, profesor madya di Graduate Institute of Taiwan Studies di Chang Jung University di Taiwan.
“Kelompok elit menjadi pendukung sejenis persamaan gender," ujar Damm.
Namun pernikahan sesama jenis saat itu masih harus menghadapi persepsi tradisional mengenai peran gender dan tekanan kuat bagi anak untuk menikah dan memiliki anak. [hd]
Sumber: VOA Indonesia