Sidang Pemakzulan Presiden Korea Selatan Telah Dimulai
Parlemen Korsel senada menuduh Presiden Park melakukan pelanggaran konstitusi secara berat dan luas, seperti dilaporkan Deutche Welle.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, SEOUL - Mahkamah Konstitusi Korea Selatan (Korsel) telah secara resmi memulai sidang pemakzulan Presiden Park Geun-hye, Kamis (5/1/2017), tanpa kehadiran presiden.
Anggota parlemen yang mengusulkan impeachment dan pengacara presiden untuk memaparkan argumen di depan mahkamah.
Parlemen Korsel senada menuduh Presiden Park melakukan pelanggaran konstitusi secara berat dan luas, seperti dilaporkan Deutche Welle.
Park dituding melakukan tindak pidana korupsi dan mengizinkan teman dekatnya merekayasa urusan pemerintahan demi keuntungan pribadi.
Jaksa penuntut dalam sidang Kweon Seong Dong mengatakan Park harus dilengserkan dari jabatannya sebagai presiden untuk memulihkan kerusakan dan kerugian terhadap demokrasi.
Presiden Park dituduh berkolusi dengan teman dekatnya Choi Soon-sil, anak perempuan mendiang pendeta Choi Tae-min yang jadi penasehat spritual Park, melakukan korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
Choi saat ini meringkuk dalam tahanan, dengan tuduhan memperkaya diri sendiri dengan menyalahgunakan hubungan baiknya dengan presiden.
Akibat aksi kolusi, korupsi dan nepotisme itu jutaan rakyat Korsel sudah beberapa kali turun ke jalanan, menggelar aksi protes berminggu-minggu menuntut pemakzulan presiden perempuan tersebut.
Ragukan tuduhan
Dalam sidang pemakzulan yang dimulai Kamis (5/1/2017) itu, Presiden Park tidak hadir secara pribadi.
Pengacaranya, Lee Joong-hwan menolak semua tuduhan, dengan argumen tidak ada bukti dan tidak bisa dijadikan dasar dakwaan.
"Semua tuduhan berdasar laporan media, bukan bukti tindak kriminal", ujar Lee.
Pengacara Presiden Park juga menyebutkan, kliennya punya hak untuk menolak hadir di pengadilan, karena sejauh ini tuduhan terhadap presiden belumn dibuktikan sepenuhnya.
Park sudah dua kali menolak undangan tim penyidik untuk dimintai keterangan terkait kasus tersebut.
Presiden Park sudah meminta maaf secara terbuka, atas kesalahannya memberikan kepercayaan penuh kepada sahabatnya Choi.
Namun, Presiden Korsel itu menolak tuduhan jaksa yang menyebutkan ia melakukan kolusi.
Majelis Nasional Korsel dalam voting bulan Desember 2016 dengar suara mayoritas menyetujui pemakzulan.
Mahkamah Konstitusi setelah voting punya waktu enam bulan untuk memutuskan, apakah presiden Park harus lengser dari jabatannya, atau dipulihkan kembali kekuasaannya.