Kisah Simo Hayha, Sniper Paling Mematikan di Dunia, Satu Batalion pun Gagal Membunuhnya
Dunia militer mengenal sniper sebagai senjata pembunuh paling mematikan. Bekerja dalam sunyi dan diam.
Editor: Sugiyarto
Dia memakai baju serba putih, termasuk topeng putih yang menutupi wajahnya.
Mustahil melihatnya ketika bersembunyi di salju.
Bahkan, yang lebih gila, ketika beraksi, Hayha terbiasa memasukkan salju di mulutnya.
Ini agar mulut Hayha tak mengeluarkan uap ketika bernafas di udara dingin.
Pada 6 Maret 1940, seorang lawan menembak mulut Simo Hayha.
Menurut tentara yang mengangkut Simo, saat itu hampir separuh dari wajah Simo 'hilang'.
Ajaib, Simo tak meninggal.
Pada hari ke-13 setelah tertembak, dia sadar dari koma.
Sebuah hal yang dramatis, tepat di hari ketika Simo bangun, pihak Rusia dan Finlandia memutuskan berdamai dan menghentikan perang.
Meski selamat, Simo mengalami cacat wajah secara permanen
Pada tahun 1998, Simo diwawancarai soal apa resep sehingga dia bisa menjadi sniper hebat.
Simo menjawab singkat : "Latihan,"
Lalu, dia ditanya, apakah dia menyesal telah membunuh banyak manusia.
Begini jawaban Simo : "Aku hanya menjalankan tugasku, itu yang aku lakukan, sebaik mungkin akan kulakukan,"
Kisah Simo menjadi inspirasi lagu White Death, sebuah lagu yang dipopulerkan band metal asal Swedia, Sabaton.
Simo Hayha meninggal pada tahun 2002, atau pada usia 96 tahun, di rumah sakit khusus veteran perang.
Pada nisannya, selain nama, tertulis 3 kata dalam bahasa Finlandia.
Tiga kata itu adalah : Rumah, Agama, Ibu Pertiwi.