Bhinneka Tunggal Ika Diusulkan Jadi Merk Indonesia untuk Perdamaian Dunia
Semboyan toleransi Indonesia berbahasa Sansekerta itu, kata Markus, juga dipelajari Vatikan sebagai lembaga tertinggi di Katolik.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia dapat ikut berperan menciptakan perdamaian dunia dengan cara mempromosikan nilai yang terkandung dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika, kata Anggota Dewan Kepausan untuk Dialog Antarumat Beragama, Romo Markus Solo Kewuta.
"Apa yang mau kita usung ke dunia internasional sebagai kontribusi untuk perdamaian dunia? Bhinneka Tunggal ika sebenarnya menjadi suatu brand merk Indonesia," ujarnya saat berbicara pada Kongres Diaspora Indonesia di Jakarta, Sabtu (1/7).
Markus mengaku terdorong menemukan sumbangan Indonesia untuk toleransi antarumat beragama, seusai menghadiri seremoni pembukaan kedutaan besar Malaysia di Vatikan, Mei lalu.
Semboyan toleransi Indonesia berbahasa Sansekerta itu, kata Markus, juga dipelajari Vatikan sebagai lembaga tertinggi di Katolik.
Sekitar 10 tahun lalu, ketika ia dilantik menjadi anggota penasehat paus, pejabat Vatikan berbicara tentang bhinneka tunggal ika kepadanya.Markus menuturkan, petinggi Vatikan itu memberinya peta Indonesia lalu memuji Indonesia yang indah karena dapat mengelola perdamaian dalam kemajemukan.
"Mereka tertarik dengan Indonesia, terutama karena kontribusi masyarakat menjaga kebhinekaan, bisa hidup berdampingan dan sejahtera. Itu yang diam-diam dipetik dunia Barat," katanya.
Namun, menurut dia, "pemerintah harus terlebih dulu menanamkan nilai toleransi itu kepada generasi muda melalui perubahan kurikulum pendidikan".
Markus berpendapat pemerintah Indonesia sepatutnya meniru kebijakan menarik buku pelajaran sejarah serta agama yang tidak berimbang dan menanamkan kebencian terhadap kelompok tertentu.
Ia berkata, langkah itu telah dilakukan sejumlah negara di Asia beberapa tahun ini.
"Yang berisi potensi intoleransi ditarik dari perpustakaan dan dimusnahkan karena inilah yang akan mempengaruhi pertumbuhan anak di masa depan. kita didik anak sekarang dalan keterbukaan dan iklim bhinneka tunggal ika," ucapnya.
'Perbarui pemahaman kitab suci'
Pada kongres yang sama, tokoh muslim asal Indonesia di New York, Shamsi Ali, mendorong pemuka agama untuk berperan besar mengelola persatuan antarmasyarakat.
Salah satu kuncinya, 'tokoh agama tak boleh berhenti memperbarui pemahaman kitab suci sesuai perkembangan zaman'.
"Penafsiran agama yang tidak relevan dengan Indonesia harus disaring, bukan berarti kita tidak perlu hal-hal dari luar. Yang mampu menyaring pemikiran keagamaan itu adalah ulama. Itu bisa terjadi kalau ulama mendidik dirinya sendiri," katanya.
Shamsi dikenal sebagai imam masjid moderat berpengaruh di New York.
Tahun 2013 ia menulis buku Sons of Abraham: A Candid Conversation about the Issues That Divide and Unite Jews and Muslims bersama rabbi Yahudi bernama Marc Schneier.