Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ternyata Pejuang ISIS Pakai Jenis Obat-obatan Ini Agar Beringas dan Tak Kenal Ampun Membunuh

Obat terlarang ini pernah terdengar pada tahun 1961 dan digunakan selama sekitar 25 tahun sebagai alternatif yang lebih ringan untuk amfetamin.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Ternyata Pejuang ISIS Pakai Jenis Obat-obatan Ini Agar Beringas dan Tak Kenal Ampun Membunuh
AFP
Tablet Captagon ditangkap di Sanaa, Yaman dan Suriah. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pejuang ISIS telah menggunakan obat terlarang yang mengandung zat adiktif bernama "captagon" atau dijuluki "keberanian kimiawi" untuk tetap waspada dalam pertempuran.

Jadi zat apa dan bagaimana efek bagi penggunanya?

Berikut adalah apa yang perlu Anda ketahui.

Apakah Captagon itu?

Captagon adalah psychostimulant yang terbuat dari kombinasi amphetamine dan teofilin.

Captogen hanya satu nama merek dari kelompok obat-obatan yang dikenal sebagai Fenethylline.

Obat terlarang ini pernah terdengar pada tahun 1961 dan digunakan selama sekitar 25 tahun sebagai alternatif yang lebih ringan untuk amfetamin.

BERITA TERKAIT

Baca: ISIS Melemah, Lebanon Fokus Bersihkan Perbatasan

Itu digunakan untuk mengobati narkolepsi dan depresi, serta anak-anak yang terkena ADHD (singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder), yaitu sebuah gangguan pada perkembangan otak yang menyebabkan penderitanya menjadi hiperaktif, impulsif, serta susah memusatkan perhatian.

Kondisi ini dulunya dikenal dengan ADD atau Attention Deficit Disorder.

Dikutip dari webkesehatan.com, ADHD adalah kondisi yang bisa terdapat pada anak-anak, remaja bahkan pada orang dewasa.

Namun gejalanya biasanya mulai berkembang pada masa kanak-kanak dan berlanjut hingga dewasa.

Diperkirakan terdapat 3-5 persen anak-anak atau anak usia sekolah yang mengalami kondisi ini.

Tanpa penanganan yang tepat, ADHD dapat menimbulkan konsekuensi yang serius seperti mal-prestasi (under-achievement), kegagalan di sekolah atau pekerjaan, susah menjalin hubungan atau interaksi sosial, rasa tidak percaya diri yang parah, dan juga depresi kronis.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas