Imigran Tak Berdokumen di AS Jadi Pion Politik Dalam Agenda Trump
Puluhan unjuk rasa berlangsung di AS setelah Pemerintahan Trump mengumumkan pada awal September bahwa pihaknya akan membatalkan DACA
Editor: Content Writer
Marcella bukan satu-satunya yang bercita-cita tinggi dan belajar dengan keras.
Dalam studi terbesar penerima DACA, lembaga Center for American Progress menemukan bahwa 97 persen dari mereka yang disurvei sedang bekerja atau bersekolah.
Sejak menjadi presiden, Donald Trump yang kampanyenya mengusung kebijakan anti-imigrasi garis keras, menggambarkan DACAmented sebagai “luar biasa.”
“Situasi DACA ini merupakan hal yang sangat sulit bagi saya, karena Anda tahu saya mencintai anak-anak ini,” ujar Trump.
Tapi Donald Trump sebagai calon presiden tidak mencintai anak-anak DACA. Pada Juni 2015, dia berjanji akan membatalkan tindakan yang diperkenalkan oleh bekas Presiden Barack Obama ini. “Saya akan segera menghentikan dua amnesti eksekutif ilegal Presiden Obama.”
Trump telah mendorong Kongres, lewat twitter, untuk membuat undang-undang tentang masalah ini. Dan kemudian, beberapa pekan lalu, Trump bertemu dengan pemimpin Demokrat Nancy Pelosi dan Chuck Schumer untuk membuat kesepakatan. Kompromi potensial ini membuat marah kedua belah pihak.
Tapi pada intinya dia hanya bicara dan berkicau. Tidak ada peraturan baru yang diajukan, apalagi disetujui.
Marcella dan anak-anak DACA lainnya mengatakan mereka merasa seperti pion politik. “Kondisinya berbeda-beda setiap hari. Seperti suatu hari Anda beristirahat dengan mudah dan keesokan harinya Anda tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi,” katanya.
Saat mendaftar ke DACA, orang muda memberikan informasi tentang keberadaan mereka. Ini menimbulkan kekhawatiran mereka akan lebih rentan terhadap Penegakan Imigrasi dan Bea Cukai jika DACA berakhir.
Kembali ke unjuk rasa, Marcella yang berjas lab putih, membawa tulisan “Seorang yang tidak berdokumen / pelajar DACA mungkin akan menyelamatkan hidup Anda suatu hari nanti.”
Marcella bertekad untuk terus maju dalam unjuk rasa ini dan juga hidupnya, meski ada kekhawatiran akan deportasi.