Pertemuan Fadli Zon dan Kofi Annan soal Rohingya
Kofi Annan menceritakan hasil dari laporan yang pernah diberikan kepada Pemerintah Myanmar kepada Fadli Zon
Editor: Rachmat Hidayat
Akibatnya, problem sosial meningkat, hak-hak terabaikan, dikarenakan tingginya diskriminasi dan tindak kekerasan serta pelecehan terhadap penduduk Rohingya, terutama perempuan.
Karena itu, untuk jangka pendek, proposal yang diajukan Kofi Annan merekomendasikan sejumlah langkah taktis.
Pertama, diperlukan pemberian kejelasan status kewarganegaraan dengan segera melalui proses verifikasi yang tertib.
Kedua, Kofi Annan juga mendorong peningkatan akses (inclusive access) penduduk Rohingya terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan tanpa adanya diskriminasi.
Dalam pertemuan itu Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengapresiasi Laporan Annan. Dengan kondisi Pemerintah Myanmar yang tertutup dan sulit menerima masukan, proposal yang dihasilkan Advisory Commission on Rakhine State yang dipimpin Kofi Annan telah memberikan peran yang sangat besar bagi proses perdamaian di Rohingya.
Proposal yang diajukan, telah menjadi saran dan rekomendasi yang diakui oleh pemerintah Myanmar untuk menangani permasalahan kemanusiaan di Rohingya.
Namun ironisnya, sehari setelah laporan tersebut disampaikan, terjadi pembantaian etnis Rohingya oleh militer Myanmar.
Pembantaian dan kekerasan berlangsung selama berbulan-bulan, dan mengakibatkan pengungsi hingga lebih 500.000 jiwa di perbatasan Bangladesh. Ini sangat disayangkan oleh Annan.
Dalam pertemuan tersebut, Fadli Zon juga menyampaikan hasil kunjungannya ke kamp pengungsi di Cox's Bazar, Bangladesh akhir tahun lalu.
Dari pengamatan langsung, Fadli Zon mengungkapkan lokasi pengungsian Cox's Bazar yang mencapai 3.000 hektare, telah menjadi tempat pengungsi yang paling luas di dunia. Ironisnya, kebanyakan pengungsi adalah anak-anak. Ada 500.000 anak-anak.
Dari jumlah itu, 30.000 adalah anak-anak yatim piatu. Fadli Zon menyampaikan bahwa pada Desember lalu di Kutupalong, ada sekitar 1 juta pengungsi dari Rohingya yang menyeberang dari Myanmar.
Jumlah ini diyakini terus bertambah karena kekerasan di Rakhine belum juga berhenti.
Menanggapi Fadli Zon, Annan menyampaikan bahwa perlu upaya persuasif agar pemerintah Myanmar duduk kembali dan mengikuti laporannya.
ASEAN seharusnya dapat berperan meyakinkan Myanmar untuk penyelesaian persoalan kemanusiaan. Namun tampaknya cara itu tak mudah dicapai.