Paus Fransiskus Doakan 70 Korban Meninggal Dunia Dalam Serangan Gas Beracun Di Suriah
Menurut Paus, "tidak ada yang dapat dibenarkan" penggunaan senjata kimia melawan warga yang tidak berdosa
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, VATIKAN - Paus Fransiskus mengkritik penggunaan senjata kimia berupa gas beracun yang diduga dilakukan militer Suriah yang memukul area pemberontak di Ghouta Timur, Suriah, menyebabkan 70 warga sipil tewas dalam waktu sekitar 24 jam.
Menurut Paus, "tidak ada yang dapat dibenarkan" penggunaan senjata kimia melawan warga yang tidak berdosa.
Paus mengutip laporan berita yang menyebutkan banyak orang tewas dalam serangan yang diduga gas beracun tersebut, termasuk banyak anak-anak dan perempuan.
Untuk itu pula Paus mengajak semua umat beriman untuk mendoakan para korban tak bersalah yang tewas maupun yang luka-luka dan bagi keluarga yang berdukacita karena serangan tersebut.
Baca: Serangan Militer Rusia Dituding Pakai Gas Beracun Telah Tewaskan 40 Orang
"Perang itu tidak baik atau buruk, dan tidak dapat membenarkan seperti instrumen yang memusnahkan orang-orang atau populasi yang berdaya," kata Paus.
"Mari kita berdoa bagi mereka yang politisi dan pemimpin militer yang bertanggung jawab untuk memilih jalan lain, yakni negosiasi, satu-satunya yang dapat membawa perdamaian," tutur Paus.
Dilansir dari AFP, Sabtu (7/4/2018), selain menewaskan 70 warga sipil tewas dalam waktu sekitar 24 jam, sebanyak 11 orang dilaporkan mengalami masalah pernapasan di Douma, daerah kantong terakhir yang dikuasai pemberontak di Ghouta Timur.
Tim penyelamat meyakini pasukan negara yang dipimpin Presiden Bashar Al-Assad itu telah menggunakan gas klorin beracun.
Namun, media pemerintah menyebut laporan tersebut merupakan rekayasa dari para pemberontak.
Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia menyatakan serangan pada Jumat (6/4/2018) telah menewaskan 40 warga sipil.
Sementara, 30 lainnya, termasuk 8 anak-anak, tewas dalam serangan Sabtu (7/4/2018).
"Pengeboman belum berakhir. Kami bahkan tidak bisa menghitung semua orang yang terluka," kata seorang dokter muda di Douma, Mohammed.
"Ada beberapa orang yang terluka tapi tidak dapat dioperasi tepat waktu, sehingga mereka meninggal," tambahnya.